Jakarta (ANTARA News) - Orang-orang yang dikubur dengan sabit melingkari leher dan batu-batu pada rahang untuk mencegah mayat hidup kembali merupakan penduduk asli di area tempat mereka dikuburkan menurut hasil studi baru.

Fakta bahwa semua orang yang dikubur sebagai vampir merupakan penduduk lokal menunjukkan kemungkinan mereka semua merupakan korban epidemi kolera yang menyapu kawasan itu, kata salah satu penulis studi, Lesley Gregoricka, ahli bioarkeologi di University of South Alabama.

Kisah orang-orang mati yang hidup lagi sungguh memiliki akar, kembali ke masa kuno Mesir, Yunani, dan Babylonia dan lainnya, kata penulis studi yang lain, Tracy Betsinger, ahli bioarkeologi dari State University of New York di Oneonta.

Cerita tentang vampir sudah beredar di Eropa Timur sejak setidaknya abad ke-11 dan koran-koran menggambarkan apa yang dicurigai sebagai vampir sejak abad ke-17.

Sebagai contoh, tahun 1725, seorang pejabat Austria menyampaikan kisah petani Serbia, Petar Blagojevic, yang katanya telah membunuh sembilan penduduk desa di areanya sebelum orang menurus jantungnya.

Pengetahuan vampir pada masa ini tidak lagi meliputi penghisapan darah sebagai bagian integral, sebaliknya, mayat hidup bisa membunuh orang hanya dengan pandangan.

Dalam pengetahuan kuno, seseorang berisiko menjadi vampir setelah mati jika dia tidak dibaptis, mati karena kekerasan, atau yang pertama terbunuh dalam epidemi, atau merupakan orang dari daerah lain, kata Gregoricka seperti dilansir laman LiveScience.

Gagasan bahwa vampir minum darah mungkin mengemuka selama wabah dan epidemi, ketika mayat sering terbaring telanjang dan terurai dalam waktu yang lama.

"Orang sangat dekat dengan kematian pada titik ini, tapi tidak tahu cara yang baik untuk menjelaskan apa yang terjadi," katanya.

Sebagai contoh, tubuh cenderung gembung setelah kematian karena bakteri-bakteri menghasilkan gas.

Ini menekan tubuh bagian bawah, pada gilirannya memaksa darah naik dari paru-paru ke kerongkongan dan kemudian ke mulut, yang mungkin membuat penduduk desa percaya mayat seseorang yang seperti terlantar dan lemah selama hidup menjadi gemuk karena minum darah, jelasnya.


Penguburan Vampir

Gregoricka dan koleganya menganalisis potongan tulang dari kuburan Drawsko, situs Polandia tempat kuburan vampir ditemukan. Menurut para peneliti, kuburan itu berasal dari abad ke-17 sampai abad 18.

Beberapa orang pada situs itu dikubur dengan sabit pada leher dan batu-batu pada rahang untuk mencegah mereka hidup kembali.

Menurut Gregoricka, sabit ditujukan untuk memenggal orang jika mereka berusaha bangkit dari kubur dan batu-batu dijepitkan ke rahang untuk menutupnya supaya mereka tidak bisa makan dari orang-orang hidup.

Para peneliti kemudian melihat lebih dekat ke 60 dari 333 kuburan di situs itu, enam di antaranya merupakan kuburan "vampir" yang ditujukan untuk mencegah orang yang dikubur hidup lagi.

Tim menganalisis rasio isotop strontium dalam kerangka. Karena masing-masing lokasi punya rasio unik dari isotop ini dan tubuh orang secara alamiah mengambil unsur-unsur di lingkungan, analisis isotop strontium bisa mengungkap tempat seseorang berasal.

Berlawanan dengan hipotesis awal bahwa "vampir" adalah imigran, tim justru menemukan bahwa semua vampir adalah penduduk lokal.

Dan karena tidak ada "vampir" yang menunjukkan tanda-tanda kematian akibat kekerasan atau trauma parah, tim berspekulasi bahwa vampir mungkin orang pertama yang menjadi korban epidemi kolera yang menyapu kawasan ketika itu.

"Orang bisa mati karena kolera dalam hitungan hari atau bahkan jam," kata Gregoricka.

"Jika sesuatu membunuhmu dengan sangat cepat, itu tidak akan meninggalkan tanda pada tulang," tambah dia.

Setelah studi yang hasilnya dipublikasikan di jurnal PLOS ONE pada 26 November, para peneliti ingin melakukan analisis kimia lebih lanjut untuk mencari tahu lebih banyak tentang penduduk desa tersebut.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014