Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong petani milenial menerapkan pertanian cerdas (smart farming), guna memajukan sektor pertanian dalam negeri.
Kepala BPPSDMP Kememtan Idha Widi Arsanti di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakan integrasi antara bidang pertanian dan teknologi mampu mewujudkan sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
"Sudah saatnya petani Indonesia maju di bidang pertanian melalui adopsi teknologi melalui smart farming yang mengedepankan teknologi pertanian yang dapat mempermudah kegiatan usaha tani," kata Santi, sapaan akrabnya.
Melalui metode tersebut bidang pertanian dalam negeri bisa bergerak ke arah yang lebih maju, kemudian mampu mengurangi kerugian akibat faktor cuaca, dan efisiensi penggunaan sumber daya alam.
Menurut dia, penerapan pertanian cerdas tidak selalu memakan biaya mahal, sebab untuk menjalankan konsep tersebut tidak selalu berbicara pada pemanfaatan perangkat canggih, tetapi bisa menggunakan teknologi yang lebih sederhana untuk menekan biaya modal.
Pasalnya, di dalam pertanian cerdas terdapat pendekatan low cost smart farming (pertanian cerdas berbiaya murah) yang bisa menjadi opsi bagi para petani milenial menerapkan konsep tersebut.
Implementasi low cost smart farming bisa melalui smart green house yang dilengkapi sistem pemantauan berbasis sensor dan kontrol nutrisi otomatis. Hal itu sudah diterapkan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, di Kabupaten Malang.
"Umur ekonomis sendiri informasinya antara 4 sampai 10 tahun nanti para petani tinggal menikmati keuntungannya. Untuk 10 tahun itu hanya recovery UV saja, rangka tetap dipertahankan," ujarnya.
Fasilitas yang ada di BBPP Ketindan itu telah berhasil memanen melon jenis sweet lavender dengan tingkat kemanisan 16 brix. Pihaknya juga telah menghitung return on invesment (ROI) yang dihasilkan dari penerapan smart green house tersebut.
"Tentunya dengan teknologi ini bisa mendapatkan keuntungan yang cukup memadai, ROI 112 persen. Kemudian akan bisa kembali modal maksimal antara 2 sampai 4 tahun, tergantung seberapa mahal nanti akan dijual," ucapnya.
Pewarta: Ananto Pradana
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025