Jakarta (ANTARA) - Lokakarya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama United Nation-Sustainable Development Solution Network (UN-SDSN) menghasilkan sejumlah komitmen bersama untuk mendorong program pemerintah menurunkan tingkat karbon (dekarbonisasi) dengan menggalakan kebijakan energi keberlanjutan di berbagai sektor.

“Selama lokakarya para peserta yang terdiri dari para ahli dari berbagai negara telah membahas berbagai peluang yang bisa diterapkan Indonesia untuk menekan karbon melalui konsep energi keberlanjutan," kata Penasehat Senior Kementerian Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan, IB Putera Parthama, di Jakarta, Kamis.

Selama dua hari (27-28 November) para peserta dari mancanegara itu membahas usulan rencana tindak guna membantu Indonesia mencapai tujuan penurunan emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020.

"UN-SDSN sepakat untuk bekerjasama melahirkan berbagai program yang bisa membantu Indonesia mencapai target dekarbonisasi,” kata Putera yang mewakili Menteri LH dan Kehutanan pada kegiatan yang juga didukung oleh Yayasan Indonesia Damai, Monash University, Carbon War Room, dan Universitas Indonesia.

Ada empat sektor yang menjadi perhatian dalam upaya penurunan emisi karbon tersebut yaitu energi, pariwisata, serta perkotaan dan pulau kecil. Pada lokarya itu, para peserta dibagi dalam beberapa kelompok kerja yang menghasilkan sejumlah rekomendasi yang menjadi dasar komitmen bersama.

"Di sektor energi, misalnya, Indonesia bisa memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif melalui panas bumi, tenaga air, dan biofuel," kata Putera.

Potensi tersebut sangat besar di Indonesia. Namun, lanjut dia, butuh kemauan politik yang kuat dan kebijakan yang mendukung agar bisa terlaksana, antara lain insentif pajak untuk pembangkit listrik tenaga air atau energi alternatif lainnya, serta kemudahan izin ekplorasi panas bumi.

Indonesia diperkirakan memiliki potensi panas bumi 28.617 MW, namun yang baru dimanfaatkan hanya 1.341 MW. "Kita kalah dibandingkan Philipina yang telah memanfaatkan 1.904 MW panas bumi mereka," kata Putera.

Menurut dia, peluang Indonesia meningkatkan penggunaan panas bumi terbuka luas, setelah pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.21 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Panas Bumi.

Sedangkan untuk biofuel, lanjut Putera, Indonesia mempunyai 11 spesies tanaman yang bisa diolah menjadi biomassa untuk menghasilkan biofuel seperti etanol dan metanol. "Sebagian besar dari spesies itu tidak terkait dengan tanaman pangan," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan UN-SDSN Indonesia Mari Elka Pangestu mengatakan selain penggunaan energi alternatif untuk menurunkan emisi gas buang, penataan perkotaan dan pengembangan energi terbarukan di pulau-pulau kecil memainkan peranan penting dalam dekarbonisasi, meski tidak besar.

"Penataan perkotaan dan pembangunan gedung, serta pengembangan energi terbarukan untuk pembangkit listrik di pulau-pulau juga penting untuk menurunkan emisi karbon," katanya.

Sampai saat ini misalnya, Indonesia belum mempunyai standarisasi penggunaan listrik di perkantoran dan gedung seperti Singapura. Padahal gedung dan perkantoran menyerap 30 persen konsumsi listrik.

"Kita harus menekan konsumsi listrik dengan menerapkan standarisasi gedung ramah lingkungan (green building). Bagi mereka yang bisa mencapai standar tertentu akan diberi insentif, sementara yang tidak bisa mencapai standar minimal dikenakan sanksi," kata mantan Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu itu.

Untuk kepulauan terpencil dan pulau kecil, ia berharap pemerintah mendorong berdirinya pembangkit listrik dengan energi terbarukan atau ramah lingkungan sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah.

"Kita akan melakukan pemetaan potensi dan UN-SDSN telah mendapat komitmen dari Skotlandia sebagai negara yang mempunyai pengalaman luas dibidang ini untuk membantu Indonesia," kata Mari yang juga pernah menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014