Jakarta (ANTARA) - Warga penghuni rumah susun di Jakarta, meminta pembatalan Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang Tarif Air Minum karena merugikan para penghuni yang terbebani kenaikan yang mencapai 71 persen.
"Kami yang menggunakan air PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari, masak, cuci dan mandi dikenakan tarif sama gedung-gedung komersial seperti mal dan perkantoran," kata seorang penghuni Rusun Kalibata, Pikri Amiruddin di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum yang ditandatangani Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono harus dicabut karena merugikan penghuni rusun.
Ia mengatakan bahwa warga rumah susun (rusun) terkena kenaikan tarif tertinggi sebesar 71,3 persen. Kelompok pelanggannya disamakan dengan pusat perbelanjaan, perkantoran dan gedung bertingkat komersial lainnya.
Baca juga: Rano Karno minta seluruh jajaran masifkan sosialisasi rusunawa
Pikri mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh para penghuni di antaranya menemui PAM Jaya, mengadu ke DPRD DKI Jakarta hingga berkirim surat ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Ombudsman RI. Namun hingga kini belum membuahkan hasil.
"Selama bertahun-tahun warga yang tinggal di rumah susun diperlakukan tidak adil oleh Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya," kata dia.
Pikri mengaku heran PAM Jaya tetap mengatakan bahwa warga yang tinggal di rusun atau apartemen itu digolongkan layaknya menempati gedung komersial. Padahal mereka adalah keluarga atau rumah tangga yang sama dengan warga yang tinggal di rumah tapak.
"Bedanya hanya kami di rumah susun. Kami ini benar-benar korban dari ketidakpahaman Pemprov DKI dan PAM Jaya," kata Pikri.
Untuk itu, dia berharap Gubernur DKI Jakarta yang baru Pramono Anung membatalkan Kepgub 730/2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya yang dinilai bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 37 tahun 2024 tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
Baca juga: DKI jelaskan alasan perlunya batas waktu tinggal di Rusunawa
Pihaknya akan terus perjuangan hingga mendapatkan keadilan. "Karena sebagian besar Warga Kalibata City itu adalah masyarakat menengah ke bawah yang syukur-syukur jika tidak bebani biaya air PAM Jaya yang tidak masuk akal," katanya.
Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), Erlan Kallo mengatakan, warga rusun banyak berharap ke Gubernur Pramono Anung mau mendengar keluhannya.
"Meski kami di gedung bertingkat, tapi kami juga rumah tangga yang menggunakan air dari PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari," kata Erlan.
Erlan juga meminta agar para penghuni rumah susun dimasukan ke kelompok pelanggan K-II bukan K-III yang merupakan komersil.
Baca juga: Wagub Rano Karno pertimbangkan bangun rusun di Kali Krukut
Sebelumnya, Perusahaan Umum Daerah (Perumda) PAM Jaya menawarkan penghuni rusun dan apartemen yang merasa keberatan terkait kenaikan tarif air untuk memiliki meter pribadi di masing-masing unit supaya tidak terkena tarif progresif.
"PAM Jaya mengenakan tarif sesuai yang digunakan pelanggan," kata Direktur Pelayanan Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan di Jakarta, Senin (17/2).
Menurut dia, sesuai Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum bahwa pelanggan yang masuk kelompok K-III pemakaian di atas 20 meter kubik (m3) akan dikenakan tarif progresif Rp21.500 per m3.
Ia menjelaskan, ketika pelanggan yang masuk dalam kelompok K-III dalam penggunaan air tidak lebih dari 10 m3, maka tarifnya Rp12.500 per m3. Hal ini bisa diterapkan ketika warga yang tinggal di apartemen menjadi pelanggan PAM Jaya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025