Bogor (ANTARA News) - Dinas Kehutanan Jawa Barat memaparkan sejak 1970 hingga sekarang sekitar 32.000 hektar dari 42.000 lahan mangrove di daerah itu rusak.

"Kerusakannya ada yang rusak berat dan sedang," kata Kepala Bidang Rehabilitas Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Dedy Hadian dalam loka karya proses pembelajaran upaya rehabilitas mangrove di Kota Bogor, Kamis.

Dedy menjelaskan 32.000 hektar lahan mangrove tersebut berada di dalam kawasan hutan sedangkan ada 10.000 hektar lainnya berada di luar kawasan hutan.

Dari 32.000 hektar tersebut, lahan mangrove rusak cukup berat sekitar 10.000 hektar, sedangkan di luar kawasan hutan sekitar 2.700 hektar.

Menurut Dedy, ada banyak faktor yang menyebabkan kerusakan kawasan mangrove di antaranya karena pertumbuhan pembangunan, serta ulah manusia menebang hutan mangrove untuk mendirikan tambak maupun kawasan pertanian.

"Seperti di wilayah Kerawang ada budi daya ikan bandeng. Menurut masyarakat mangrove menimbulkan racun bagi ikan sehingga ditebang, sekarang masyarakat menyesal melakukan penebangan, karena merusak ekologi lingkungan," kata Dedy.

Beberapa daerah lain yang kawasan mangrove mengalami kerusakan parah seperti di Bekasi yang sudah berubah fungsi menjadi perumahan, Muara Gembong, Cikeong dan Indramayu.

Dedy menyebutkan, kerusakan kawasan mangrove berdampak buruk bagi lingkungan, terjadinya abrasi, serta naiknya sanitasi air laut yang akan merugikan masyarakat sekitar.

Ia mengatakan, upaya rehabilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyelamatkan kawasan mangrove telah dilakukan salah satunya melalui program insentif swadaya dimana masyarakat yang melakukan penanaman mendapat insentif.

"Program ini dapat berjalan, hasilnya aksi penyelamatan mangrove terus berjalan. Beberapa kawasan mangrove juga sudah pulih, seperti di daerah Garut dan Indramayu yang sudah mulai bagus," kata Dedy.

Sementara itu, pakar mangrove (hutan bakau) dari Fakultas Kehutanan IPB Prof Cecep Kusmana menyebutkan, tanaman mangrove memiliki banyak manfaat selain untuk menjaga lingkungan sekitar pinggir pantai, juga untuk sektor ekonomi masyarakat.

Ia mengatakan, mangrove memiliki potensi pergerakan ekonomi masyarakat melalui pangan, pemanfaatan kayu mangrove sebagai arang, bahkan sumber bahan makanan seperti sirup dan buah.

"Sayangnya belum banyak masyarakat yang mengetahui potensi mangrove, oleh karena itu IPB ingin menyebarluaskan informasi mengenai mangrove mulai dari kendala dan solusi yang dihadapinya," kata Prof Cecep.

Prof Cecep menambahkan, kawasan mangrove juga bisa menjadi objek wisata yang dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat. Seperti yang sudah dikembangkan di wilayah Jakarta, penanaman mangrove dengan teknik Guludan telah mampu mengembalikan kondisi hutan mangrove di wilayah ibu kota negara.

Lokakarya proses pembelajaran upaya rehabilitas mangrove, kendala dan solusinya diselenggarakan oleh Direktorat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB menghadirkan tujuh orang pembicara yang berasal dari berbagai kalangan baik instansi pemerintahan, akademisi, hingga swasta.

Pembicara yang hadir diantaranya dari Fakultas Kehutanan IPB, Direktorat Jenderal BPDAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Keluatan dan Pertanian DKI Jakarta, Perhutani jawa Barat, Balai Pengelolaan DAS Cimanuk Citanduy, dan Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014