Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pos dan Telekomunikasi, Departemen Komunikasi dan Informatika mengatakan masyarakat tidak perlu cemas terhadap pengacakan sinyal (Jamming) telepon seluler di sekitar Istana Presiden Bogor, Jawa Barat pada Senin (20/11) karena hanya akan dilakukan pada radius dan kurun waktu yang sangat terbatas. "Kemungkinan penerapan jamming terbatas sangat pasti dan bukan lagi suatu isu atau rumor politik. Hal ini dilakukan sebagai prosedur standar baku pengaman terhadap seorang kepala negara seperti Presiden Amerika Serikat George W. Bush," kata Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Gatot S Dewa Broto, dalam siaran persnya yang dikeluarkan di Jakarta, Minggu. Gatot mengatakan "Jamming" tersebut hanya akan diberlakukan pada radius tertentu yakni sekitar dua km dari tempat di mana Presiden George W. Bush (baik sewaktu berada di Bandara Halim Perdanakusuma maupun di Istana Bogor) dan berlangsung sekitar waktu kedatangan tamu negara tersebut. Oleh karena itu, masyarakat umum di luar radius dan waktu tersebut tidak perlu merasa cemas dan terganggu, karena aktivitas sehari-hari masyarakat yang menggunakan telekomunikasi seluler akan tetap berlangsung seperti biasa, lanjut Gatot. Dia mengatakan radius tersebut merupakan area ring satu, dua, dan tiga, yang secara de facto merupakan area yang dikosongkan dan tidak banyak digunakan oleh warga masyarakat umum pada jam menjelang kedatangan, saat kedatangan tamu negara serta tidak lama setelah pulangnya tamu negara tersebut. Area tersebut kemungkinan besar akan lebih banyak ditempati oleh petugas keamanan TNI dan Polri, Secret Service (SS) dari AS, pejabat tinggi pemerintah RI, sejumlah duta besar negara-negara asing, undangan tertentu yang sangat terbatas dan puluhan wartawan cetak nasional maupun asing, lanjut Gatot. "Sehingga karena alasan keamanan yang sangat khusus, kecil kemungkinan warga masyarakat umum dapat berada di area tersebut," kata Gatot. Lebih lanjut Gatot mengungkapkan, seandainya terjadi pemadaman sementara (off) penggunaan telekomunikasi seluler secara terbatas baik area maupun waktunya, hal itu semata-mata dimungkinkan oleh penerapan "jamming" yang dioperasionalkan dari perangkat "jammer" yang bersifat "portable" dan "mobile" yang dibawa oleh pihak keamanan AS. "Ditjen Postel Depkominfo sampai dengan hari ini (Minggu 19/11) sama sekali tidak pernah menginstruksikan kepada seluruh operator telekomunikasi seluler untuk melakukan penghentian operasional BTS-BTS-nya masing-masing di wilayah-wilayah dan jam-jam tertentum tersebut di atas," kata Gatot. Namun demikian, kata Gatot, bila pada kenyataannya "jamming" ini dilakukan secara berlebihan dan melebihi standar baku pengamanan yang ada, pihaknya melalui Departemen Luar Negeri RI akan meminta klarifikasi dan nota keberatan secara resmi kepada Kedubes AS di Jakarta pada khususnya dan Pemerintah AS pada umumnya. "Sesuai dengan ketentuan ITU (International Telecommunication Union) maka setiap negara sangat berhak atas teritori dan pengaturan penggunaan telekomunikasinya sendiri," Kata Gatot. Gatot mengemukakan "Jamming" terbatas karena alasan keamanan atas kedatangan tamu-tamu negara asing ini sebelumnya juga pernah diterapkan saat Presiden AS Bill Clinton menghadiri KTT APEC di Bogor serta Menlu AS Colin Powell dan kemudian Menlu AS Condoleezza Rice berkunjung ke Jakarta.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006