Jakarta (ANTARA News) - Sekelompok warga berusaha mencegah aliran penularan penyakit seksual dengan membangun "benteng" di lokasi transaksi seks.

Dengan melibatkan perempuan-perempuan pekerja seks, mereka membentuk kelompok kerja untuk mendorong pengguna jasa seks komersial menggunakan kondom guna mencegah penyebaran infeksi menular seksual.

Kelompok Kerja yang bermarkas di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut mengajak para pengelola rumah bordil dan perempuan pekerja seks untuk menyediakan kondom bagi pengguna jasa mereka.

Wakil Ketua Kelompok Kerja Dedy Mardiantoro mengungkapkan kelompok kerja sebenarnya sudah membuat kesepakatan dengan pemilik/pengelola rumah bordil, yang disebut "wisma" di daerah lokalisasi, untuk menyediakan kondom bagi pengguna jasa.

Anggota Kelompok Kerja setiap malam mendistribusikan kondom ke 18 rumah bordil yang ada di sekitar markas dan memeriksa penggunaan kondom setiap pagi.

"Sekitar jam 04.00 atau 04.30 kami akan kembali ke wisma tersebut untuk menghitung berapa kondom yang dipakai dalam semalam," katanya.

"Saya pernah mencatat, satu wisma mempunyai sekitar 50 WPS (wanita pekerja seks), namun ternyata kondomnya yang laku hanya dua," ungkapnya.

Dedy mengatakan kesepakatan penggunaan kondom masih banyak dilanggar karena alasan klasik: takut kehilangan pendapatan.

Para pemilik dan pengelola rumah bordil, menurut dia, tidak sepenuhnya menjalankan program yang telah disepakati karena khawatir ditinggal pelanggan.

Selain itu, kata dia, sebagian pengelola wisma tidak punya perjanjian mengikat dengan perempuan pekerja seks sehingga khawatir para pekerja yang mendatangkan uang sewa kamar akan pindah ke rumah bordil lain jika mereka menuntut penggunaan kondom.

Ia menambahkan saat ini ada 115 perempuan pekerja seks yang menetap dan 300 perempuan pekerja seks yang berpindah-pidah di sekitar markas kelompok kerja.

"Di sini para WPS-nya kebanyakan freelance. Itu lah yang menjadi kekhawatiran dari para pengelola," katanya.

Selain itu, menurut dia, kebanyakan pekerja seks menganggap posisi tawar mereka lebih rendah sehingga tidak berani menolak kemauan pelanggan sekalipun itu berisiko membahayakan kesehatan mereka.

"Alasan lainnya, mereka terdesak kebutuhan ekonomi sehingga yang ada dibenak mereka yang penting dapat pelanggan tanpa memperhatikan masalah kesehatan," katanya.

Padahal kebiasaan tidak menggunakan kondom dalam transaksi seks memudahkan penyakit menular seksual menyebar dan membahayakan pekerja seks serta usaha para pemilik rumah bordil.

Data Komisi Penanggulangan AIDS Kota Jakarta Utara menunjukkan bahwa ada 4.274 orang yang rentan tertular AIDS dan 3.009 di antaranya perempuan pekerja seks.


Membangun kesadaran


Rosanti (18), seorang pekerja seks di kawasan Penjaringan, mengaku kesulitan meminta pelanggan menggunakan kondom. "Pelanggan selalu berlagak sebagai bos yang punya uang banyak, sehingga mereka harus dituruti apa maunya," kata Rosanti ketika ditemui di markas Kelompok Kerja, Senin (1/12).
  
Dia mengaku pernah menolak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom tapi malah membuat pelanggan marah, menolak membayar sewa kamar dan tidak mau lagi menggunakan jasanya.

Selain itu, ia mengatakan, sebagian pekerja seks takut menyarankan pelanggan menggunakan kondom karena khawatir pelanggan sakit hati.

"Mereka marah dan merasa dituduh membawa penyakit. Padahal bukan itu yang kami maksud, kami hanya ingin bersama-sama menjaga kesehatan," katanya.

Namun, Rosanti yang kini menjadi pendidik sebaya di kelompok kerja, tetap berusaha menyarankan pelanggannya menggunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit. 

Dia juga memilih menolak pelanggan yang tidak mau mengikuti aturannya.

Bersama empat rekan yang ditunjuk menjadi pendidik sebaya, dia berusaha menularkan konsistensinya menolak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom kepada pekerja seks yang lain.
 
Rosanti dan kawan-kawan pendidik sebayanya menyatakan tidak akan berhenti berusaha membangun mengajak rekan-rekan seprofesi mereka membentengi diri dari penyakit menular seksual.

Dedy berharap usaha kelima pendidik sebaya itu bisa menyebar ke lebih banyak perempuan pekerja seks dan menyadarkan para pengguna jasa mereka untuk ikut berusaha mencegah penularan penyakit menular seksual.

Ia juga berharap para perempuan pekerja seks perlahan bisa meninggalkan pekerjaan yang membahayakan keselamatan mereka dan beralih ke pekerjaan-pekerjaan yang risiko bahayanya lebih rendah.

Oleh Abdul Malik dan Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014