Pilkada bukan sekadar kegiatan datang ke TPS untuk menyalurkan hak suara, melainkan ada nilai dan makna yang perlu dijaga.
Jakarta (ANTARA) - Bunyi nyaring palu hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah atau sengketa Pilkada 2024 menjadi penumpas persoalan hukum hasil pilkada di berbagai daerah.
MK mengucapkan putusan akhir 40 perkara pada Senin (24/2) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Dari jumlah tersebut, Mahkamah mengabulkan sebanyak 26 perkara. Sembilan perkara ditolak dan lima perkara lainnya tidak dapat diterima.
Dari seluruh perkara yang dikabulkan, 24 perkara di antaranya dengan amar putusan memerintahkan KPU setempat melakukan pemungutan suara ulang (PSU), baik di semua maupun sebagian tempat pemungutan suara (TPS). MK juga tidak ragu mendiskualifikasi calon kepala daerah yang bermasalah.
PSU maupun diskualifikasi calon dilakukan atas berbagai dasar, termasuk karena pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, persoalan teknis pemilihan, serta tidak terpenuhinya syarat pencalonan. Dengan cara itu, Mahkamah ingin memastikan legitimasi pilkada demi terciptanya pemilihan yang bermakna.
Kecurangan
MK memerintahkan PSU di semua TPS di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, karena dalil pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif terbukti kebenarannya. MK pun mendiskualifikasi pasangan calon peraih suara terbanyak, Owena Mayang Shari Belawan dan Stanislaus Liah.
Menurut Mahkamah, pasangan Owena-Stanislaus terbukti melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif karena membuat kontrak politik dengan ketua rukun tetangga (RT). Kontrak politik itu ditandatangani oleh 28 Ketua RT dari 18 desa di lima kecamatan.
Dalam kontrak politik itu, Owena-Stanislaus berjanji akan mengalokasikan anggaran dalam bentuk program alokasi dana kampung, ketahanan keluarga, hingga dana RT. Terdapat pula klausul Ketua RT menyosialisasikan kontrak politik dimaksud kepada warga.
Mahkamah menyebut kontrak politik itu bukan janji politik biasa, melainkan bentuk perekrutan tim pemenangan secara sistematis. MK juga menilai kontrak politik tersebut sebagai praktik pembelian suara (voting buying).
Di perkara lainnya, MK menemukan kebenaran dalil politik uang pada pemilihan bupati dan wakil bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Dalam amar putusan, MK memerintahkan PSU di seluruh TPS di Kecamatan Essang.
MK menyatakan, terdapat bukti yang kuat adanya pembagian uang sebesar Rp50 ribu kepada peserta kampanye di lapangan Desa Bulude, Kecamatan Essang. MK menilai tindakan pembagian uang telah mencederai kemurnian hasil perolehan suara.
Kecurangan politik uang juga terbukti di Pilkada Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. MK menyatakan pembagian uang kepada pemilih senilai Rp100 ribu benar-benar terjadi di empat TPS di Desa Sinar Manik, Kecamatan Jebus. Atas dasar itu, Mahkamah memerintahkan PSU di keempat TPS dimaksud.
Sementara itu, di pemilihan bupati dan wakil bupati Serang, Banten, MK meyakini telah terjadi keberpihakan kepala desa yang berpengaruh signifikan terhadap tingginya perolehan suara pasangan Ratu Rachmatuzakiyah dan M Najib Hamas.
Masifnya keberpihakan kepala desa tersebut dinilai merusak kemurnian suara pemilih. Oleh sebab itu, di dalam amar putusannya, Mahkamah memerintahkan PSU di seluruh TPS di Kabupaten Serang.
Polemik teknis
Mahkamah akhirnya menengahi polemik teknis pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. MK memerintahkan pemilihan wali kota dan wakil wali kota di daerah itu diulang dengan metode satu pasangan calon melawan kotak kosong.
Polemik Pilkada Kota Banjarbaru 2024 bermula dari pendiskualifikasian terhadap satu dari dua pasangan calon, kurang dari sebulan menjelang hari pencoblosan. Kendati tinggal satu pasangan calon, pemungutan suara tidak digelar dengan metode kotak kosong.
Nama dan gambar pasangan calon yang didiskualifikasi tetap ada di dalam surat suara. Namun begitu, pemilih yang mencoblos kolom pasangan calon yang telah didiskualifikasi dihitung sebagai suara tidak sah.
Menurut Mahkamah, alasan KPU Kota Banjarbaru tidak mencetak ulang surat suara ketika itu karena mengingat waktu dan biaya tidak dapat dibenarkan. Sebab, keputusan tersebut dinilai membingungkan pemilih.
MK pun menyatakan Pilkada Kota Banjarbaru tidak dilaksanakan secara demokratis dan melanggar asas pemilu, khususnya adil dan bebas, karena tidak adanya keadilan bagi para pemilih serta tidak adanya kebebasan para pemilih untuk memberikan pilihan selain kepada pasangan calon yang tidak didiskualifikasi.
Maka dari itu, Mahkamah memerintahkan PSU pada setiap TPS di Pilkada Kota Banjarbaru dengan metode pilkada kotak kosong. Artinya, di surat suara hanya ada satu foto, yakni Erna Lisa Halaby dan Wartono selaku pasangan calon yang tidak didiskualifikasi.
Calon tak penuhi syarat
Melalui amar putusannya, MK juga menumpas para calon kepala daerah yang sejak awal ternyata tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini, Mahkamah mendiskualifikasi calon yang tidak jujur perihal status terpidana, tidak memiliki ijazah, hingga tidak jujur dalam penerbitan surat keterangan (suket).
Calon wakil bupati Pasaman, Sumatera Barat, peraih suara tertinggi, Anggit Kurniawan Nasution, diskualifikasi karena terbukti tidak jujur mengenai status mantan terpidana. Anggit ternyata pernah divonis pidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan.
Berdasarkan putusan MK terdahulu, mantan terpidana yang melakukan tindak pidana yang ancamannya di bawah lima tahun tidak perlu menunggu masa jeda untuk dapat mendaftarkan dalam pilkada. Namun, yang bersangkutan tetap wajib terbuka dan jujur mengumumkan latar belakangnya.
Menurut Mahkamah, Anggit sejatinya sejak awal sudah bisa menyampaikan kepada KPU Kabupaten Pasaman mengenai status mantan terpidana. Namun, Anggit dinilai lebih memilih menyembunyikan fakta tersebut. Oleh sebab itu, Anggit didiskualifikasi dan pilkada dinyatakan diulang.
Sementara itu, calon wakil gubernur Papua peraih suara tertinggi, Yermias Bisai, didiskualifikasi akibat ketidakjujuran mengenai alamat domisili dalam penerbitan surat keterangan tidak pernah terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.
Surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilih dan tidak pernah sebagai terpidana atas nama Yermias Bisai diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura. Namun, di persidangan sebelumnya, Yermias mengaku tidak mengetahui dan tidak tinggal di Kota Jayapura.
Padahal, surat keterangan tidak pernah berstatus sebagai terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
Pada perkara yang lain, Mahkamah mendiskualifikasi Trisal Tahir, calon wali kota peraih suara tertinggi di Pilkada Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Sebab, ijazah SMA milik Trisal Tahir tidak dapat dipastikan keasliannya.
Pelajaran berharga
Putusan MK dapat dijadikan pelajaran berharga, baik bagi peserta pemilihan, aparatur pemerintah, maupun KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara. Ada penekanan bahwa pilkada bukan sekadar kegiatan datang ke TPS untuk menyalurkan hak suara, melainkan ada nilai dan makna yang perlu dijaga.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah mewanti-wanti KPU untuk cermat sejak tahapan pendaftaran pencalonan. Begitu pula dengan Bawaslu agar mengawasi setiap tahapan dengan jeli. Terhadap aparatur pemerintah, aspek netralitas mesti diteguhkan. Sementara itu, bagi peserta, integritas begitu dipertaruhkan.
Pada akhirnya, melalui rangkaian persidangan sengketa pilkada tahun 2024, Mahkamah ingin memastikan proses pergantian kepala daerah dijalankan dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dan menerapkan asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Ada penegasan yang perlu terus diingat; jujur dan adil yang dikehendaki bukan hanya sekadar sikap patuh pada aturan. Jujur dan adalah sikap tidak berlaku curang, tidak berbohong. Sikap itu juga berarti tidak memanipulasi atau memanfaatkan celah hukum/kelemahan aturan hukum pemilu yang ada untuk melakukan tindakan yang secara esensial merupakan praktik curang dalam berkontestasi.
Baca juga: Putusan MK pilkada 2024: 24 daerah harus PSU, ini daftarnya
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025