Jakarta (ANTARA) - Isu dugaan pengoplosan BBM antara Pertalite dan Pertamax yang belakangan ini mencuat, telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Berbagai spekulasi bermunculan, mempertanyakan apakah benar terjadi praktik manipulasi bahan bakar yang dapat merugikan konsumen.
Di tengah polemik ini, Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo, dengan tegas memberikan klarifikasi serta menunjukkan komitmen perusahaan dalam menjaga kualitas dan integritas BBM yang beredar di Indonesia.
Salah satu aspek utama dalam kontroversi ini adalah pemahaman masyarakat tentang istilah blending dan oplosan.
Dalam industri perminyakan, blending adalah proses yang sah dan dikendalikan secara ketat untuk mendapatkan produk sesuai standar yang ditetapkan.
Berbeda dengan oplosan, yang mengacu pada praktik ilegal dalam mencampurkan bahan bakar dengan cara yang tidak sesuai regulasi dan berpotensi merugikan konsumen.
Dalam klarifikasinya, Mars Ega menjelaskan bahwa produksi BBM dilakukan dengan mekanisme yang transparan dan berstandar tinggi.
Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) diperoleh dari kilang maupun impor sebagai produk jadi, tanpa ada praktik peningkatan RON di terminal BBM.
Hal yang dilakukan hanyalah penambahan zat pewarna (dyes) dan aditif untuk menjaga identitas serta meningkatkan performa bahan bakar, tanpa mengubah kualitas oktannya.
Pernyataan ini diperkuat dengan adanya prosedur ketat dalam pengawasan mutu BBM. Setiap produk yang masuk ke terminal BBM telah melalui serangkaian uji kualitas, termasuk certificate of quality (COQ) dari kilang, serta uji acak (random sampling), sebelum disalurkan ke masyarakat. Ini menegaskan bahwa tidak ada manipulasi dalam proses distribusi BBM oleh Pertamina.
Copyright © ANTARA 2025