Air di sungai-sungai tersebut tidak layak. Kualitas air masih berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat,"
Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan dari sembilan sungai di Pulau Jawa, Sungai Ciliwung menempati urutan pertama sebagai daearah aliran sungai terburuk.

"Air di sungai-sungai tersebut tidak layak. Kualitas air masih berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat," kata Kepala PPE Jawa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sugeng Priyanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

PPE Jawa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merilis indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) berbasis daerah aliran sungai (DAS) terbaru. Dari indeks tersebut diketahui bahwa sebanyak sembilan daerah aliran sungai (DAS) di Jawa saat ini sudah dianggap berbahaya.

Sembilan DAS tersebut yaitu Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, Cisadane, Cimanuk, Citarum, Citanduy, Progo, dan Serayu.

Ia mengatakan kualitas air yang paling buruk dari sembilan DAS tersebut dengan skala 0-100 adalah Sungai Ciliwung. Sementara yang tertinggi adalah Sungai Progo. Sementara bila dilihat dari kekritisan air permukaan, DAS Serayu yang tertinggi dan DAS Ciliwung yang terendah.

Menurut dia secara keseluruhan berdasarkan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 2012 dari sembilan DAS besar yang ada di Pulau Jawa ini, DAS Citarum merupakan DAS yang mendapat nilai paling rendah, dengan nilai 39,63. Sedangkan DAS Citanduy merupakan DAS yang mendapat nilai paling tinggi dengan nilai IKLH sebesar 68,85.

Lebih lanjut ia mengatakan kualitas air yang berbahaya selain terjadi pencemaran juga masalah kuantitas air itu sendiri. Berdasarkan perhitungan ketersediaan air dengan menggunakan metode yang dipakai dalam Permen-LH No. 17 Tahun 2009, sekaligus proyeksi jumlah penduduk tahun pada 2012, diketahui dari besarnya kebutuhan air untuk hidup layak menunjukkan bahwa sebagian besar DAS berada dalam posisi yang kritis karena defisit air.

"Itu baru dilihat dari aspek air. Padahal ada aspek lain yang juga bisa mengukur IKLH-nya," ujarnya.

Aspek atau komponen selain air kata dia, juga ada aspek udara, lahan dan keanekaragaman hayati. Pada aspek sumberdaya air digunakan indikator kualitas air sungai dan kekritisan air.

Pada aspek udara digunakan indikator kualitas udara ambien dan pengatur kualitas udara. Pada aspek lahan mrnggunakan indikator tutupan vegetasi dan lahan kritis. Sedangkan pada aspek keanekaragaman hayati digunakan indikator keamanan ekosistem pengawet keanekaragaman hayati.

"IKLH berbasis DAS ini menggunakan komponen dan parameter yang lebih banyak, sehingga dapat mengurangi bias. Makin banyak komponen dan parameter yang diuji, biasnya semakin kecil," katanya.

Dikatakannya untuk mengatasi hal tersebut kata dia, harus ada sinergitas masing-masing daerah di wilayah Jawa. Hal itu mengingat DAS sembilan sungai tersebut melingkupi propinsi-provinsi di pulau Jawa.

"Ini tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah pusat. Perlu ada sinergitas bersama-sama dengan Pemprov Jabar, Jateng, dan Jatim. Perlu juga mempertegas tugas-tugas masing-masing SKPD di lingkup wilayah-wilayah tersebut," jelasnya.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014