"Kalau kita mau cepat menghapus impor RON88, impor RON92 akan naik karena kapasitas produksi bensin RON92 kita hanya ada di Balongan," kata Faisal dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu.
Meski demikian, Faisal menambahkan ada cara lain meningkatkan produksi RON92. Salah satunya yakni dengan menambahkan MTBE (methyl tertiary butyl ether) atau peningkat angka oktan (octane booster).
Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas Darmawan Prasodjo meyakini penghentian impor RON88 dan menggantinya dengan RON92 akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang.
Walaupun menurut dia, dengan digantinya RON88 menjadi RON92, maka produksi minyak Indonesia akan mengalami penurunan.
Indonesia yang semula memproduksi 6 juta barel per bulan hanya akan mampu menghasilkan 5 juta barel per bulan.
Sementara guna memenuhi kebutuhan BBM yang mencapai 16 juta barel per bulan, Indonesia diperkirakan akan menambah impor RON92 menjadi 11 juta barel per bulan dari sebelumnya sebesar 10 juta barel per bulan.
"Dengan mengganti BBM jenis RON88 menjadi RON92, pemerintah bisa memberikan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan," katanya meyakinkan.
Selain alasan lingkungan, mengganti RON88 menjadi RON92 juga merupakan langkah efisiensi karena bisa mengurangi biaya produksi pencampuran (blending).
Untuk menghasilkan bahan bakar RON88, diperlukan proses pencampuran antara bahan bakar jenis tertentu (biasanya RON92 yang tersedia di pasaran) dengan naphta yang tentunya menambah biaya produksi.
"Blending ini membuat prosesnya menjadi panjang dan kita tidak tahu apa benar harganya segitu? Karena hanya kita yang membeli RON88. Kalau pakai RON92, jelas ada harga acuan pasar," katanya.
Darmawan juga mengatakan berdasarkan bursa transaksi minyak Singapura MOPS, tidak ada acuan harga untuk RON88. Selama ini Indonesia menggunakan Mogas92, atau harga MOPS untuk RON92 sebagai acuan.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014