Pendekatan ini supaya jangan sampai pembangunan menjadi sumber bencana
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno meminta kepada seluruh pemerintah daerah untuk menjadikan perspektif ekologis sebagai landasan utama dalam perencanaan pembangunan.
"Pendekatan ini supaya jangan sampai pembangunan menjadi sumber bencana. Kita sudah sering melihat bagaimana masyarakat kehilangan segalanya akibat bencana. Mereka yang baru mulai menabung, membeli kasur, lemari, atau motor, tiba-tiba kehilangan semuanya dalam sekejap. Kemiskinan yang sudah berhasil dientaskan bisa kembali menjadi kemiskinan ekstrem akibat bencana," kata Menko Pratikno saat ditemui seusai Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2025 di Jakarta, Kamis.
Dia memastikan pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait sudah berkomitmen untuk menjadikan pendekatan ekologis sebagai arus utama dalam pengambilan keputusan.
Hal tersebut sebagaimana yang sudah disepakatinya bersama para menteri koordinator bidang Pangan, hingga bidang infrastruktur dan kewilayahan untuk mengambil peran aktif dalam mengurangi risiko bencana, bukan sekadar berfokus pada aspek ekonomi.
Baca juga: BNPB respons positif usulan revisi UU Penanggulangan Bencana
Namun, kata dia, komitmen tersebut akan berjalan ditempat apabila pemerintah daerah tidak memiliki kesepahaman, karena bagaimanapun pembangunan harus berkelanjutan yang bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga keseimbangan ekosistem yang harus diperhitungkan.
"Jangan sampai saat membangun sesuatu justru merusak yang lain. Harus ada lahan resapan air yang cukup bebas dari bangunan. Satu sisi pemerintah pusat bekerja keras, tetapi garda terdepan dalam mitigasi bencana adalah pemerintah daerah," ujarnya.
Dia mengungkapkan penguatan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan salah satu upaya yang mutlak dari gubernur, bupati, atau wali kota untuk menciptakan pembangunan ekologis dan mengurangi risiko bencana di wilayahnya.
Pratikno menilai BPBD harus memiliki kewenangan lebih dalam mengawasi pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan. Misalnya jika ada pembangunan yang mengganggu keseimbangan ekosistem, seperti jalan yang menghambat resapan air maka BPBD bisa diberikan ruang untuk menyanggah atau meluruskan desain pembangunan itu.
Baca juga: DPR RI: Revisi UU Penanggulangan Bencana penting untuk dipertimbangkan
"Saya sampaikan kepada para kepala daerah yang baru dilantik, agar jangan sampai BPBD hanya menjadi tempat buangan personel. Bencana memang tidak menghasilkan pendapatan daerah, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, justru akan menyebabkan kerugian besar," kata Pratikno.
Data terbaru BNPB menunjukkan dalam periode Januari hingga awal Maret 2025 telah terjadi 683 kejadian bencana, terutama bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Bencana ini berdampak pada 39 kabupaten/kota di 19 provinsi, menyebabkan lebih dari 43.252 warga mengungsi, tiga korban meninggal dunia, serta kerusakan lebih dari 10.300 unit rumah, infrastruktur jalan, jembatan, dan fasilitas publik.
"Berbicara ekologi, maka peningkatan kesadaran masyarakat terhadap mitigasi bencana juga harus di perkuat. Jangan hanya berbicara tentang risiko bencana saat bencana terjadi, tetapi harus menjadi perhatian sejak awal dalam setiap kebijakan pembangunan. Negara ini mengeluarkan lebih dari ratusan miliar untuk dampak bencana, jadi maksimalkanlah peran mereka," kata Menko Pratikno.
Baca juga: BNPB: Respons masyarakat tentukan efektivitas peringatan dini bencana
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025