Upaya itu untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap BBM, sebagai antisipasi jika harga minyak dunia naik
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memanfaatkan dana pengalihan belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan memprioritaskan pengembangan diversifikasi energi, kata peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

"Upaya itu untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap BBM, sebagai antisipasi jika harga minyak dunia naik dan dapat memukul masyarakat karena pemerintah telah melepaskan subsidi pada premium," kata Direktur INDEF Enny Sri Hartati yang dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Enny menambahkan, subsidi mungkin masih aman karena harga minyak dunia turun, tetapi harus juga mengantisipasi jika harga minyak naik.

"Sekarang subsidi untuk premium dihapus, subsidi untuk solar jadi fixed subsidy mungkin masih aman karena harga minyak dunia turun, tapi yang harus diperhatikan antisipasinya jika harga minyak dunia naik," ujar Enny.

Enny memperkirakan tren anjloknya harga minyak dunia yang sekarang berada di kisaran 50 dollar AS per barrel dapat saja berbalik naik pada awal semester II 2015.

Saat itu, dengan dihapuskannya subsidi premium dan pemberlakukan subsidi tetap sebesar Rp1.000 pada solar, harga BBM di tingkat eceran akan mengikuti harga pasar.

Dampak negatif kepada daya beli masyarakat bisa saja terjadi jika harga minyak dunia kembali merangkak naik ke 100 dollar AS per barel, dan dibarengi kurs rupiah yang terus tertekan, kata Enny.

Maka dari itu, ujar dia, upaya diversifikasi energi perlu dipercepat. Misalnya dengan memaksimalkan penggunakan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel. Pun, janji pembangunan besar-besaran untuk infrastruktur bahan bakar gas, seperti janji PT. Pertamina untuk membangun 150 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) harus direalisasikan.

"Janji untuk mengurangi ketergantungan BBM jangan hanya jargon," ujarnya.
(Simak juga, Bionas kembangkan energi alternatif)

Di sisi lain, upaya mengurangi ketergantungan BBM juga menjadi penting untuk memulihkan defisit neraca perdagangan minyak dan gas yang pada November 2014 tercatat 1,36 miliar dollar AS, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Defisit tersebut mengalami kenaikan dibanding Oktober 2014 yang sebesar 1,11 milar dollar AS.

(I029)



Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015