Tokyo (ANTARA) - Dukungan publik terhadap Kabinet Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, merosot tajam ke angka 27,6 persen --terendah sejak menjabat pada Oktober lalu.

Anjloknya dukungan publik tersebut terungkap setelah peristiwa Ishiba memberikan voucher hadiah kepada anggota parlemen pemula dari partainya, Partai Demokrat Liberal (LDP). Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan oleh Kyodo News pada Minggu (23/3).

Jajak pendapat melalui telepon yang dilakukan pada akhir pekan tersebut juga menunjukkan bahwa 71,6 persen responden menentang pembagian kupon setara uang tunai senilai 100.000 yen (sekitar 670 dolar AS atau sekitar Rp10,95 juta) kepada anggota parlemen baru dari LDP.

Sebelum skandal itu mencuat, Ishiba dikenal sebagai politisi yang bersih dalam hal keuangan. Namun, LDP -- yang hampir terus berkuasa sejak 1955 -- telah lama dikaitkan dengan berbagai skandal dana politik.

Bulan lalu, tingkat dukungan terhadap Kabinet Ishiba masih berada di angka 39,6 persen. Namun, pada Maret, tingkat ketidakpuasan terhadap Kabinet melonjak 16 poin menjadi 57,8 persen, meningkatkan keraguan terhadap kepemimpinan Ishiba dalam mengarahkan pemerintahan yang sudah goyah.

Survei dua hari itu dilakukan setelah Ishiba mengakui bahwa kantornya telah memberikan voucher hadiah. Ia berdalih bahwa praktik tersebut tidak menyalahi hukum. Pernyataan ini memicu reaksi dari beberapa anggota LDP yang mengungkapkan bahwa perdana menteri sebelumnya juga melakukan hal serupa.

Pekan lalu, sumber internal LDP mengungkapkan bahwa kantor mantan Perdana Menteri Fumio Kishida -- pendahulu Ishiba -- pernah memberikan voucher hadiah senilai 100.000 yen kepada para wakil menteri parlemen dalam jamuan makan bersama perdana menteri pada tahun 2022.

Bukti baru juga menunjukkan bahwa praktik kontroversial ini telah berlangsung lama. Seorang anggota parlemen LDP menyatakan bahwa ia menerima kupon setara uang tunai setelah terpilih pada 2012.

Pemilu tahun tersebut membuka jalan bagi Shinzo Abe, yang sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri pada 2006-2007, untuk kembali berkuasa hingga 2020, menjadikannya perdana menteri terlama Jepang setelah Perang Dunia II. Abe kemudian tewas dibunuh saat berkampanye pada 2022.

Banyak masyarakat Jepang kecewa dengan kegagalan LDP dalam mengelola dana politik secara bertanggung jawab. Survei menunjukkan bahwa 78,5 persen responden pesimis masalah terkait "politik dan uang" dapat diselesaikan selama LDP masih berkuasa.

Sepanjang 2024, LDP terus mendapat sorotan tajam akibat tuduhan bahwa beberapa faksinya -- termasuk yang sebelumnya dipimpin oleh Abe -- tidak melaporkan sebagian pendapatan dari acara penggalangan dana dan diduga membentuk dana gelap.

Kritik yang semakin tajam terhadap partai penguasa merusak kepercayaan publik terhadap LDP dan menyebabkan kekalahan telak dalam pemilu Dewan Perwakilan Rakyat pada Oktober lalu. Kondisi tersebut memaksa Ishiba membentuk pemerintahan minoritas hanya sebulan setelah ia dilantik sebagai perdana menteri.

Sementara itu, survei juga mengungkapkan bahwa 74,8 persen responden menyatakan "tidak ingin datang" ke World Exposition di Osaka, yang dijadwalkan berlangsung selama enam bulan mulai 13 April. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan 24,6 persen responden yang tertarik menghadirinya.

Hingga saat ini, sekitar 10 negara telah memutuskan mundur dari ajang tersebut. Kekhawatiran publik semakin meningkat akibat biaya konstruksi yang membengkak, yang turut memperburuk citra acara itu di mata masyarakat.

Sumber: Kyodo

Baca juga: Bappenas harap pemerintah Jepang percepat negosiasi kerja sama

Baca juga: Pemerintah Jepang akan lepas 210 ribu ton cadangan beras ke pasar

Baca juga: Pemerintah Jepang setujui stimulus ekonomi senilai 250 miliar dolar AS

Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025