Osaka (ANTARA) - Pengadilan Tinggi Osaka pada Selasa (25/3) memutuskan bahwa ketiadaan pengakuan hukum terhadap pernikahan sesama jenis di Jepang adalah inkonstitusional.

Keputusan itu menjadikan Osaka sebagai pengadilan tinggi kelima di Jepang yang mengeluarkan putusan serupa, setelah Sapporo, Tokyo, Fukuoka, dan Nagoya.

Namun, pengadilan tetap menolak tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh para penggugat. Putusan ini membatalkan keputusan Pengadilan Distrik Osaka tahun 2022 yang sebelumnya menyatakan bahwa larangan efektif terhadap pernikahan sesama jenis masih sesuai dengan konstitusi.

Dalam gugatan tersebut, tiga pasangan sesama jenis meminta kompensasi sebesar 1 juta yen (sekitar Rp1110,4 juta) per orang. Mereka berargumen bahwa ketentuan dalam hukum perdata yang tidak mengakui pernikahan sesama jenis melanggar hak atas kesetaraan sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Jepang, termasuk kebebasan untuk menikah.

Hukum perdata dan sistem registrasi keluarga Jepang saat ini hanya mengakui pernikahan antara pria dan wanita. Hak-hak yang terkait dengan pernikahan, seperti warisan, manfaat pajak, dan hak asuh bersama anak, hanya diberikan kepada pasangan heteroseksual.

Jepang tetap menjadi satu-satunya negara dalam kelompok G7 yang belum melegalkan pernikahan atau serikat sipil bagi pasangan sesama jenis, meskipun tekanan dari komunitas LGBT dan para pendukungnya terus meningkat.

Dari enam gugatan serupa yang diajukan di lima pengadilan distrik di seluruh Jepang, Pengadilan Distrik Osaka menjadi satu-satunya yang sejauh ini menyatakan bahwa tidak adanya pengakuan hukum terhadap pernikahan sesama jenis masih konstitusional.

Sumber: Kyodo-OANA

Baca juga: Pengadilan Osaka: Larangan pernikahan LGBT tak melanggar konstitusi

Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025