Jakarta (ANTARA) - Menikah dalam Islam tidak hanya dimaksudkan untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, tetapi juga untuk mendapatkan keturunan yang saleh dan salehah.
Salah satu cara mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan hubungan intim antara suami dan istri sesuai dengan adab dan tata cara yang diajarkan dalam Islam.
Dalam kitab Fathul Izar yang diterjemahkan oleh Firman Arifandi dalam buku “Wejangan Pengantin Anyar & Terjemah Fathul Izar,” dijelaskan tiga tahap adab hubungan intim atau jima’ bagi suami, yaitu sebelum, saat, dan setelah melakukan jima’. Berikut pembahasan lengkapnya:
1. Sebelum berhubungan intim
Sebelum melakukan hubungan intim, seorang suami dianjurkan untuk mendahului dengan kemesraan dan kasih sayang agar hati istri merasa nyaman dan tidak tertekan. Tujuannya adalah agar istri dapat melampiaskan hasratnya dengan tenang dan rela.
Jika terlihat tanda-tanda istri siap, seperti nafasnya naik turun, tubuhnya menggeliat, atau meminta dekapan suami, maka suami hendaknya mendekap dan merapatkan tubuhnya.
Selain itu, penting bagi suami untuk tidak terburu-buru dalam mendekati istri, melainkan membangkitkan hasratnya dengan cumbuan dan rayuan yang lembut.
Suami juga dianjurkan membaca ta'awudz dan basmalah sebelum memulai hubungan intim. Hal ini dimaksudkan untuk memohon perlindungan Allah SWT dari gangguan setan yang dapat mengganggu kesucian hubungan suami istri.
Baca juga: 6 adab saat berhubungan suami istri dalam Islam
2. Saat melakukan hubungan intim
Saat melakukan hubungan intim, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan seorang suami:
- Bersikap lembut dan tidak terburu-buru. Seorang suami hendaknya melakukan hubungan intim dengan lembut dan tidak tergesa-gesa. Hal ini dapat membuat istri merasa dihargai dan dicintai.
- Menahan keluarnya mani hingga istri mencapai klimaks. Hal ini dapat menciptakan rasa cinta dan kepuasan di hati istri. Jika suami terlalu cepat mencapai klimaks tanpa memperhatikan kebutuhan istri, maka dapat mempengaruhi keharmonisan hubungan.
- Hindari ‘azl atau mengeluarkan mani di luar vagina tanpa persetujuan istri, karena dapat menyebabkan kekecewaan pada istri.
- Posisi yang dianjurkan: Menurut pendapat fuqaha dan ahli medis, posisi terbaik adalah istri terlentang dengan kepala lebih rendah dari bokongnya, yang diganjal dengan bantal, serta kedua pahanya diangkat dan dibuka lebar. Suami berada di atas dengan bertumpu pada sikunya. Posisi ini diyakini memberikan kenyamanan dan manfaat kesehatan.
Baca juga: Doa saat berhubungan suami istri dalam Islam
3. Setelah berhubungan intim
Setelah selesai melakukan hubungan intim, terdapat beberapa langkah yang dianjurkan:
- Membaca doa sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan karunia dalam hubungan suami istri. Doa yang dapat dibaca adalah potongan ayat dalam Surat Al-Furqan ayat 54:
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا ۗ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا
“Segala puji milik Allah SWT yang telah menciptakan manusia dari air, untuk kemudian menjadikannya keturunan dan mushaharah. Dan adalah Tuhanmu itu Mahakuasa.”
(QS. Al-Furqan: 54) - Posisi tidur setelah jima': Disarankan bagi istri untuk tidur miring ke kanan jika menginginkan anak laki-laki dan miring ke kiri jika menginginkan anak perempuan. Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil uji coba riset, meskipun dalam Islam tidak ada ketentuan mutlak mengenai jenis kelamin anak.
Melakukan hubungan intim dalam Islam bukan hanya soal pemenuhan hasrat biologis semata, tetapi juga bagian dari ibadah yang memiliki nilai pahala jika dilakukan dengan cara yang benar.
Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk memahami adab-adab jima’ yang sesuai dengan ajaran Islam agar tercipta hubungan yang harmonis, penuh cinta, dan mendatangkan keturunan yang saleh dan salehah.
Baca juga: BNPB: Korban terseret arus deras banjir bandang di Bogor suami-istri
Baca juga: Bolehkah istri bertemu suami saat itikaf? Ini jawabannya
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025