Jakarta (ANTARA) - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang hendak membentuk koperasi desa sebagai pilar ekonomi rakyat di tingkat bawah patut diapresiasi.

Koperasi desa yang berbasis pada kekuatan kolektif masyarakat diharapkan mampu menjadi alat penting dalam menggerakkan roda ekonomi desa, utamanya memperkuat ketahanan pangan dan membuka lapangan kerja di tingkat lokal.

Langkah ini menjadi sinyal positif bahwa pembangunan ke depan akan kembali menempatkan desa sebagai bagian penting perhatian pemerintah.

Sudah seharusnya desa mendapatkan dukungan yang nyata dan terukur. Setidaknya ada empat alasan penting mengapa desa perlu mendapat perhatian serius dalam pembangunan nasional.

Pertama, membangun desa artinya membangun pemerataan dan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi antara desa dengan kota.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di perdesaan masih lebih tinggi dibanding perkotaan, yakni 12,22 persen di desa dan 7,29 persen di kota.

Ketimpangan pembangunan yang terlalu terpusat di perkotaan telah menyebabkan desa tertinggal dalam banyak aspek, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga akses ekonomi.

Pembangunan desa secara langsung akan memperkecil jurang kesenjangan ini dan menciptakan keadilan sosial.

Kedua, pembangunan desa berarti mencegah urbanisasi yang akan terus terjadi. Fenomena urbanisasi yang terus meningkat menjadi bukti bahwa desa gagal menyediakan ruang hidup dan lapangan kerja yang layak bagi warganya.

Data BPS mencatat penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan meningkat dari 49,8 persen pada tahun 2010 menjadi 56,7 persen pada tahun 2020.

Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 66,6 persen pada tahun 2035. Jika tidak diatasi, urbanisasi bukan hanya menguras tenaga produktif desa, tetapi juga membebani kota dengan berbagai persoalan sosial baru, seperti kemiskinan urban, pengangguran, dan meningkatnya kawasan kumuh.

Membangun desa dengan memperluas kesempatan kerja dan dunia usaha adalah jawaban penting untuk menahan laju urbanisasi ini.

Ketiga, pembangunan desa adalah memperkuat basis agraris dan ketahanan pangan nasional. Desa adalah tempat para petani dan nelayan menggantungkan hidup, sekaligus penghasil utama kebutuhan pangan bangsa.

Hanya saja, sektor pertanian sering kali terabaikan dalam prioritas pembangunan. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional terus menurun, sementara kesejahteraan petani masih rendah.

Membangun desa berarti juga membangun pertanian dan menyejahterakan petani. Hal ini penting demi menjamin ketahanan pangan nasional, sekaligus mengangkat harkat hidup petani.

Keempat, pembangunan desa adalah merawat identitas dan kebudayaan bangsa. Desa merupakan ruang hidup dari budaya asli Nusantara yang masih lestari. Tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai gotong royong tumbuh subur di desa.

Di tengah gempuran modernisasi dan globalisasi, membangun desa juga berarti merawat akar budaya bangsa agar tidak tercerabut dari nilai-nilai luhur warisan nenek moyang.

Membangun desa juga berarti masyarakat tumbuh beriring dengan nilai-nilai budaya, sekaligus memberi rasa bermakna dalam kehidupan, lebih dari sekadar urusan ekonomi dan hal-hal yang sifatnya material.

Namun, jika menengok ke belakang, upaya pembangunan desa sesungguhnya bukan hal baru.

Rezim Orde Baru, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, pernah menempatkan desa sebagai pusat perhatian pembangunan.


Program strategis

Pemerintah, saat itu meluncurkan berbagai program strategis perdesaan yang sebagian besar masih terasa manfaatnya hingga kini.

Di bidang pertanian, Orde Baru membangun bendungan, irigasi, serta memperkuat penyuluh lapangan dan distribusi pupuk serta benih.

Puncaknya, pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan dan mendapat pengakuan dari Food and Agriculture Organization (FAO).

Selain itu, pemerintah membentuk koperasi unit desa (KUD) sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berperan penting di perdesaan.

Di sektor kesehatan, dibangun puskesmas dan posyandu untuk menjangkau layanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.

Program Keluarga Berencana (KB) juga berjalan efektif di desa dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama, yang sukses menekan laju pertumbuhan penduduk dan diakui sebagai salah satu program paling berhasil di dunia.

Di bidang pendidikan, pemerintah Orde Baru juga meluncurkan program sekolah dasar inpres yang membuka akses pendidikan dasar secara merata di seluruh pelosok negeri.

Kebijakan ini berdampak pada meningkatnya angka partisipasi kasar pendidikan dasar dan mempercepat penurunan angka buta huruf di desa-desa.

Pendekatan pembangunan, kala itu juga masih kental dengan sentuhan budaya. Gotong royong dijadikan bagian integral dalam setiap program pembangunan, mulai dari pembangunan jalan desa hingga program kesehatan dan pendidikan.


Kerja kolektif

Pelibatan tokoh masyarakat dan agama dalam berbagai kebijakan menjadi kunci keberhasilan pendekatan partisipatif yang diterapkan pemerintah.

Tidak hanya itu, salah satu keberhasilan besar Orde Baru yang jarang disorot adalah kemampuannya menekan angka inflasi dari era sebelumnya yang sempat tidak terkendali.

Selain itu, stabilitas ekonomi terjaga dengan laju inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh angka 7 persen, dan angka kemiskinan berhasil ditekan.

Pembangunan desa, waktu itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari strategi besar negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Meskipun demikian, tentu saja Orde Baru memiliki banyak kekurangan, mulai dari sentralisasi kekuasaan, hingga praktik korupsi yang merajalela.

Di balik semua itu, ada satu hal penting yang patut dicatat, negara terasa hadir di masyarakat. Kehadiran negara itu memberi rasa aman, baik dari sisi keamanan fisik, psikis, maupun sosial budaya.

Mengambil pelajaran dari sejarah, pembangunan desa ke depan harus dilakukan secara lebih bijak dan terukur. Desa bukan sekadar objek pembangunan yang bisa didikte dari atas.

Desa adalah entitas hidup dengan dinamika dan kekuatan lokalnya sendiri. Membangun desa membutuhkan pendekatan yang memahami kultur, kebutuhan, dan potensi desa secara utuh.

Keberhasilan pembangunan desa hanya akan terwujud jika program yang dicanangkan benar-benar dilakukan secara komprehensif, hati-hati, melibatkan berbagai ahli di bidangnya, seperti para ekonom, budayawan, sosiolog, anthropog, serta melibatkan unsur perguruan tinggi dan pegiat perdesaan.

Pendeknya, membangun arah pembangunan desa merupakan kerja kolektif, saintis, teknokratis, dan bukan keputusan yang selesai di meja rapat birokrasi.


*) Adib Achmadi, S.Pt, M.Pd adalah Ketua STMIK YMI Tegal dan pemerhati sosial budaya, pegiat di Padepokan Kalisoga, sebuah lembaga sosial yang berfokus pada pendidikan kepemimpinan dan penguatan kelembagaan desa

Copyright © ANTARA 2025