Semarang (ANTARA News) - Jawa Tengah membutuhkan banyak tenaga kerja di bidang tekstil seiring dengan banyaknya perusahaan yang akan melakukan relokasi di provinsi ini, kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi.

"Dalam hal ini balai latihan kerja milik Pemerintah sebetulnya sudah cukup memberikan kontribusi terhadap kebutuhan tenaga kerja tetapi masih kurang," katanya di Semarang, Jumat.

Menurutnya, jika hanya sekadar tenaga kerja maka Jawa Tengah memiliki banyak tenaga kerja usia produktif yang siap memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan baru yang akan masuk ke Jateng tersebut. Namun demikian, untuk kebutuhan tenaga kerja yang terampil masih sangat minim.

Mengenai kondisi tersebut, pihaknya mengimbau seluruh perusahaan yang masih membutuhkan banyak tenaga kerja agar tidak hanya mengandalkan Pemerintah untuk melatih dan mempersiapkan tenaga kerja siap pakai.

"Perusahaan-perusahaan inilah yang juga harus berperan melatih para tenaga kerja, hal ini bisa dilakukan sambil berjalan. Jadi tetap bisa sambil bekerja," katanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Kota Semarang Agung Wahono mengatakan kebutuhan sektor industri tekstil terutama garmen terus tumbuh. Jika pada tahun lalu kebutuhan antara 1.000-2.000 tenaga kerja terampil khusus menjahit, untuk tahun dipastikan akan lebih banyak.

"Untuk satu pabrik garmen membutuhkan tenaga kerja antara 4.000--5.000 orang, kalau pabriknya semakin banyak tentu kebutuhannya akan semakin besar pula," katanya.

Hingga saat ini, kebutuhan paling tinggi yaitu tenaga kerja bidang menjahit. Menurutnya, khusus untuk tenaga kerja menjahit mau tidak mau harus dipenuhi karena setiap mesin harus dipegang oleh satu orang.

"Berbeda dengan mesin yang lain, meskipun kami juga butuh tenaga kerja baru di beberapa mesin operasional pabrik tetapi sementara itu kami bisa siasati dengan cara penambahan jumlah mesin yang dipegang oleh satu tenaga kerja. Jika biasanya satu teknisi menguasai empat mesin untuk sementara ini bertambah menjadi delapan mesin," katanya.

Sementara itu, mengenai kekurangan tersebut sejauh ini mulai banyak perusahaan yang memberikan pelatihan langsung kepada para tenaga kerja.

"Memang akhirnya harus ada yang dikorbankan yaitu kapasitas produksi karena jika seharusnya tenaga kerja tersebut sudah ikut memproduksi untuk sementara mereka fokus pada pelatihan," katanya.

Untuk lama pelatihan membutuhkan waktu satu bulan, selama waktu tersebut kapasitas produksi bisa berkurang antara 10--15 persen.

Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015