Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengusulkan penguatan kerja sama ASEAN dan perlindungan pasar domestik dalam menghadapi era perang dagang saat ini, termasuk kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
"Respons pemerintah sebaiknya mengalihkan produk ekspor ke pasar alternatif seperti Timur Tengah, memperkuat kerja sama di ASEAN, dan memperkuat daya beli masyarakat serta melakukan kebijakan perlindungan pasar dalam negeri dari ekses importasi berlebihan," kata Bhima saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan eskalasi perang dagang dengan tarif balasan antara AS dan China berisiko memantik resesi ekonomi global. Volume perdagangan dunia diperkirakan turun tajam tahun ini. Imbasnya ke negara yang memasok bahan baku ke AS dan China.
Berdasarkan data 2024, porsi ekspor Indonesia ke AS dan China secara kumulatif mencapai 34 persen. Jadi, lanjut dia, sepertiga neraca dagang Indonesia bergantung pada dua negara raksasa yang saling perang dagang tersebut.
Di sisi lain, Bhima mengatakan rantai pasok global saling terhubung, sehingga penurunan kapasitas produksi di China dan AS dapat memicu pengurangan pemesanan barang di Indonesia. Hal itu juga bisa memicu pengalihan produk dari China ke Indonesia, sehingga berakibat tertekannya pelaku usaha domestik.
“Paling dikhawatirkan imbasnya ke PHK (pemutusan hubungan kerja) massal di sektor padat karya,” ujarnya.
Pada Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China sebesar 125 persen.
Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.
Trump mengatakan sudah ada lebih dari 75 negara yang siap bernegosiasi dengan AS, di sisi lain, pihaknya akan tetap meninjau kemungkinan menaikkan tarif di sektor farmasi.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut.
Namun, Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan sikap.
Baca juga: Ekonom: Penundaan tarif AS jadi momentum konsolidasi kebijakan dagang
Baca juga: Rupiah menguat seiring penundaan kebijakan tarif AS
Baca juga: Ekonom usul peningkatan kesepakatan dengan negara lain hadapi tarif AS
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025