Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR mengkritisi Perum Bulog yang menyalurkan beras untuk warga miskin (raskin) dengan kualitas di bawah standar yang ditentukan yaitu beras kualitas medium.

"Bulog harus memperbaiki kualitas sistem pergudangan dan termasuk sumber daya manusia di daerah. Saya menemukan di daerah, beras raskin umumnya banyak kutu, menir dan pecah-pecah," kata Ketua Komisi VI DPR, Achmad Hafisz Tohir, di sela Rapat Panja Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan Perum Bulog, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Achmad, penyebab beras raskin berkualitas buruk antara lain karena terlalu lama disimpan di Bulog.

Selain itu, petugas gudang Bulog juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai dalam mengelola stok beras sehingga beras rusak karena kadar air yang tinggi dan pecah-pecah.

"Perlu revolusi mental juga bagi petugas gudang Bulog, sehingga kualitas raskin tetap bagus," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat mengatakan menerima kritik dari Komisi VI, namun buruknya kualitas raskin juga disebabkan berbagai hal.

Ia menjelaskan, kualitas raskin sangat tergantung pada produksi. Bibit padi yang berbeda atau tidak seragam dapat menyebabkan kualitas beras menurun demikian juga pada tingkat penggilingan.

"Mesin penggilingan sudah tua juga dapat menyebabkan padi yang digiling menjadi pecah-pecah. Di penggilingan yang tidak higienis juga mempengaruhi kualitas beras," katanya.

Demikian juga ketika memasuki tahap penjemuran, distribusi sangat berpotensi memperburuk kualitas beras.

"Kami tentu berusaha mengurangi atau mempertahankan kualitas padi. Indonesia masuk dalam negara tropis yang tingkat kelembabannya tinggi, jadi potensi membuat beras di dalam gudang cepat basah," ujarnya.

Meski begitu klaim Lenny, Bulog memiliki sistem pergudangan yang bagus untuk menjaga kualitas beras. Untuk menghilangan kutu, digunakan teknologi vacuum dan menghindari penggunaan bahan kimia.

"Kutu beras tidak bisa dihindari, tapi diminimalisasi karena beras di gudang Bulog bisa mencapai 3,2 juta ton dalam periode tertentu," ujarnya.

Prinsipnya kata Lenny, yang baru menjabat menjadi Dirut Bulog pada awal Januari 2015 ini, Bulog masih sebatas melakukan pengawalan pada pergudangan dan distribusi beras, sedangkan pada tataran produksi melibatkan pihak lain seperti Kementerian Pertanian mulai dari pembibitan, pola penanaman hingga panen.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015