Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menunda sidang tuntutan terhadap tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pemberi "vonis bebas" terpidana Ronald Tannur.

Hakim Ketua Teguh Santoso menyatakan bahwa penundaan persidangan dilakukan seiring dengan permintaan jaksa penuntut umum (JPU) yang belum siap untuk membacakan tuntutan.

"Sidang ditunda hari Selasa depan, tanggal 22 Mei 2025," kata Hakim Ketua dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Adapun ketiga hakim nonaktif PN Surabaya yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

Hakim Ketua menegaskan agar tidak ada lagi penundaan sidang karena ketidaksiapan JPU maupun penasihat hukum, karena Selasa (15/4) merupakan hari terakhir untuk perpanjangan penahanan.

Maka dari itu, Hakim Ketua menyebutkan bahwa proses pengadilan hanya memiliki waktu satu bulan ke depan.

Setelah pembacaan tuntutan, Hakim Ketua mengatakan para terdakwa maupun penasihat hukum terdakwa memiliki kesempatan untuk menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) pada Selasa (29/4).

Selanjutnya pada Jumat (2/5), JPU memiliki kesempatan untuk membacakan tanggapan terhadap pleidoi (replik) dan pada Senin (5/5), terdakwa maupun penasihat hukumnya memiliki kesempatan untuk menyampaikan tanggapan terhadap replik (duplik).

"Lalu majelis hakim akan membacakan putusan di hari Kamis, 8 Mei 2025. Siap tidak siap, harus siap," kata Hakim Ketua.

Adapun ketiga hakim nonaktif PN Surabaya itu terseret dalam kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur pada 2024 dan gratifikasi.

Dalam sidang perkara tersebut, Erintuah merupakan hakim ketua, sedangkan Mangapul dan Heru masing-masing sebagai hakim anggota.

Ketiganya didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar. Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).

Selain suap, ketiga hakim nonaktif juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Baca juga: Pengacara Ronald Tannur disebut kirim uang Rp2 miliar ke adiknya

Baca juga: Kejagung: Kasus suap di PN Jakpus terungkap dari kasus Ronald Tannur

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025