Kotabaru (ANTARA News) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) meminta para kepala daerah (Kada) di Kalimantan mendata jumlah kelompok masyarakat adat yang berhak menerima hak komunal atas kepemilikan lahan tanah kawasan secara kelompok.

"Saya minta seluruh BPN dan Pemda di Kalimantan menginventarisir berapa banyak (kelompok masyarakat adat) karena kita sudah ketemu titik temunya (hak komunal)," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan di Kotabaru, Kalimantan Selatan, Sabtu.

Hak komunal merupakan kebijakan untuk memberikan legalitas atas kepemilikan lahan tanah kepada kelompok masyarakat adat untuk dikelola sesuai aturan adat yang berlaku.

Pemberian hak komunal, menurut Ferry, untuk menghindari sengketa kepemilikan lahan tanah garapan antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola.

Ferry menyebutkan pemerintah tidak dapat memberikan legalitas sertifikat lahan tanah secara individu kepada masyarakat adat karena terdapat sistem dan mekanisme adat.

"Bagaimana penggunaannya, bagaimana sistem pembagiannya itu mekanisme internal masyarakat adat," ujar Ferry.

Ia mengaku pemberian hak komunal akan berdampak terhadap pendapatan Hak Guna Usaha (HGU) lahan garapan namun pemerintah lebih mengutamakan perlindungan hak masyarakat.

Lebih lanjut, Ferry menambahkan pemerintah akan menemui para pemegang HGU untuk memberikan kompensasi agar tidak mengalami kerugian.

Ferry mengungkapkan pihaknya telah mengeluarkan 168 sertifikat hak komunal masyarakat adat di Kalimantan Tengah (Kalteng) agar tidak terjadi perselisihan dengan pihak lain.

Pemberian hak komunal kepada 168 sertifikat gratis bagi masyarakat adat termasuk desa yang telah diduduki selama 30 tahun itu berdasarkan kesepakatan Kementerian Kehutanan, Pemerintah Provinsi Kalteng, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015