ICS menawarkan penilaian risiko berbasis individu yang sangat granular, karena mampu menilai perilaku calon debitur secara lebih mendalam dan akurat
Jakarta (ANTARA) - Purnabakti Peneliti Eksekutif Senior (Direktur) Spesialis Riset dan Widyaiswara OJK Institute Mulia R.H. Simatupang mengatakan lembaga jasa keuangan (LJK) bisa memberikan suku bunga yang lebih kompetitif dengan menggunakan innovative credit scoring (ICS).
“Berbeda dengan conventional credit scoring (CCS) yang cenderung menetapkan suku bunga relatif seragam berdasarkan profil risiko secara umum, ICS menawarkan penilaian risiko berbasis individu yang sangat granular, karena mampu menilai perilaku calon debitur secara lebih mendalam dan akurat,” kata Mulia dalam webinar OJK Insitute di Jakarta, Senin.
Sistem penilaian itu, lanjut dia, membantu LJK seperti perbankan dan peer-to-peer (P2P) lending untuk menyesuaikan suku bunga secara lebih presisi dan adil.
“Sehingga memberikan bunga relatif lebih kompetitif kepada debitur yang memiliki risiko lebih rendah, bahkan jika pun mereka tidak memiliki riwayat atau historis kredit sebelumnya,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Eksekutif Senior (Direktur) Spesialis Riset dan Widyaiswara OJK Institute Setiawan Budi Utomo menjelaskan keamanan data nasabah dalam sistem ICS akan terus dijaga agar tidak bocor dan disalahgunakan.
Terlebih, OJK selaku regulator memiliki pengalaman dalam mengelola data besar seperti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Maka, kami sangat yakin OJK mampu melakukan pengolahan database tersebut, sama baiknya dengan pengolahan database SLIK,” tutur Setiawan.
Secara umum credit scoring merupakan cara mengklasifikasikan individu berdasarkan observasi perilaku pembayaran kembali atas pinjaman untuk menentukan kemungkinan gagal bayar sebagai dasar pertimbangan dalam menyalurkan dana kredit.
Dengan memanfaatkan teknologi Big Data dan Machine Learning, ICS memungkinkan lembaga keuangan untuk memberikan akses kredit kepada kelompok unbanked dan underbanked dengan cara yang lebih efisien dan tepat serta jangkauan lebih luas. Analisis yang lebih komprehensif terhadap data alternatif dan perilaku keuangan individu juga membuka peluang untuk inovasi produk keuangan yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar.
Adapun ICS menekankan pada penggunaan teknologi Big Data dan Machine Learning untuk menganalisis kemampuan membayar calon debitur secara dinamis dan menggunakan sumber data alternatif, misalnya data telekomunikasi dan media sosial sebagai salah satu dasar penentuan penilaian.
Baca juga: OJK: Kredit tumbuh 10,30 persen jadi Rp7.825 triliun per Februari 2025
Baca juga: Perbanas proyeksikan kredit tumbuh di kisaran 10,6 persen pada 2025
Baca juga: BI: KLM naik 1 persen akan semakin dorong kredit ke sektor prioritas
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025