kami menagih janji pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dalam bentuk perubahan hukum agar tidak diskriminatif

Jakarta (ANTARA News) - Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) menagih janji Presiden Jokowi saat kampanye untuk mewujudkan perlindungan hukum yang tidak diskriminatif bagi kaum perempuan.

"Dalam kesempatan ini kami menagih janji pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dalam bentuk perubahan hukum agar tidak diskriminatif," kata salah satu pembicara dalam acara Pernyataan Sikap Bersama Jaringan Perempuan Indonesia, Valentina Sagala, di kantor Komisi Nasional Perlindungan Perempuan, Jakarta, Minggu.

Valentina mengungkapkan saat ini banyak peraturan diskriminatif tidak direspon oleh pemerintah yang sering melahirkan Peraturan Daerah bersifat kriminalisasi pada kaum perempuan seperti gagasan tes keperawanan di sekolah yang kembali merebak.

"Contohnya di Jember dengan munculnya gagasan dari DPRD di sana untuk melakukan tes keperawanan bagi siswi sebelum kelulusan," ucap Ketua Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) .

Lebih lanjut, Lilis Lisnawati yang mewakili Indonesia beragam mengungkapkan kehadiran negara dalam perlundungan perempuan seperti yang dijanjikan Presiden Joko Widodo saat kampanye harus ditepati, karena dalam 100 hari kepemimpinannya masih ada hal krusial yang tidak jadi perhatian.

Seperti isu kematian bagi ibu yang masih tinggi mencapai angka 359 dari 100.000 kelahiran dan juga pernikahan anak di bawah usia 14 tahun yang memiliki resiko tinggi bagi kesehatan reproduksi.

"Itu semua tidak jadi perhatian pemerintah serta sampai sekarang tidak ada tindakan dan niat untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut," kata Lilis.

Selain itu salah satu unsur JPI dari Jala PRT yang menyoroti kesejahteraan pekerja rumah tangga yang masih jauh dari kata layak.

"Kami beri rapor merah pada Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dalam pemerintahan Joko Widodo yang kami nilai gagal dalam memberi perlindungan bagi pekerja perempuan baik sektor rumah tangga maupun industri," kata aktivis Jala PRT Lita Anggraini di lokasi yang sama.

Selain itu Lita juga mengatakan menteti yang bersangkutan gagal menerjemahkan program Tri Layak dalam upah, kesejahteraan dan kesehatan yang diutarakan Presiden Joko Widodo dalam kampanyenya.

"Sampai saat ini banyak pekerja khususnya rumah tangga, perkebunan dan industri dengan kondisi kerja seperti tidak ada uang lembur di pabrik garmen karena ada target dalam bekerjanya serta standar kesehatan buruk seperti di perkebunan yang selalu menghirup pestisida," kata Lita.


Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015