Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. "Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan tetap menjadi acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi perlu direvisi kembali cakupannya. Mutia menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI, dan anggota DPR. Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar. Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan banyaknya laporan masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara mengenai sejumlah kasus poligami yang terjadi belakangan ini. Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. Mutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai pengenaan sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya. Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat. Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu. Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih dari satu harus mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri sebelumnya. Sedangkan Dirjen Binmas Islam, Nazzarudin Umar, meminta agar masyarakat tidak menggunakan agama Islam untuk melegitimasi atau melegalkan keinginan berpoligami dengan dalil agama. Sebab Islam, lanjutnya, justru mempunyai prinsip monogami dan hanya membolehkan suami beristri lebih dari satu dengan syarat harus adil. "Apakah bisa adil, kata laki-laki bisa tetapi kata Tuhan dalam Al-Quran tidak mungkin laki-laki bisa adil," katanya. Umar juga menjelaskan bahwa dalam PP nomor 45 tahun 1990 disebutkan berpoligami suami harus mendapat izin dari istri sebelumnya. Kalau hal ini dilakukan dengan benar, tentunya tidaklah mudah untuk mendapatkan izin tersebut. Ia juga menambahkan bahwa saat ini, dengan syarat seperti itu banyak terjadi perkawinan liar tanpa sepengetahuan pengadilan agama dan jika itu terjadi para penghulu yang melakukannya juga terancam pidana. Sedangkan Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud pemerintah atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya menegakkan peraturan yang sudah ada. "Pemerintah hanya melihat UU-nya, kita tidak ada keraguan bahkan jika ada protes-protes. Kita justru akan memperkuat peraturan-peraturannya sehingga tidak berlaku diskriminatif," katanya. Sudi menambahkan bahwa informasi mengenai kasus poligami belakangan ini terjadi sejak seminggu silam.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006