Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan motor pertumbuhan perekonomian harus makin terdiversifikasi atau tidak semata menggantungkan kepada penggerak yang selama ini menjadi tumpuan secara nasional.
Menurut Mahendra, perkembangan dari motor-motor pertumbuhan yang berbasis kepada pertumbuhan ekonomi dalam negeri domestik menjadi lebih penting, apalagi mengingat kondisi perekonomian global yang diperkirakan melambat.
"Domestik artinya pertumbuhan ekonomi daerah di setiap provinsi, kabupaten, kota dan tentu kawasan wilayah spasial yang terkait di bawahnya. Ini yang menjadi taruhan bagi kita apakah pertumbuhan ekonomi nasional kita akan bisa tetap terjaga atau sepenuhnya tergantung dan terdampak dari perkembangan ekonomi global," kata Mahendra dalam acara konferensi nasional di Jakarta, Senin.
Ia mengingatkan prospek perkembangan geopolitik dan perekonomian global tampaknya tidak terelakkan menuju arah pemburukan.
Bahkan, baru-baru ini Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan tahun depan.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 dan 2026 dari IMF direvisi ke bawah masing-masing sebesar 0,5 dan 0,3 persen menjadi 2,8 persen dan 3 persen.
Merespons kondisi ini, ujar Mahendra, maka dibutuhkan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berbasis pada ekonomi daerah.
Baca juga: OJK usulkan konsorsium asuransi program prioritas pemerintah
Mahendra mengamini pengembangan ekonomi daerah yang didorong OJK baru menjadi prioritas dalam satu setengah tahun terakhir ini, mengingat sebelumnya terdapat kekhawatiran risiko conflict of interest dengan tugas utama OJK sebagai pengawas lembaga jasa keuangan serta pelindungan kepada konsumen.
"Namun, dalam perkembangannya, kita juga menyadari bahwa dengan tetap menjaga governance, compliance, objektivitas dan independensi dari pengawasan, dan dengan begitu juga adalah prudential dan governance dari lembaga jasa keuangan, OJK tetap bisa mendukung dengan baik pengembangan ekonomi," kata dia.
Dalam satu setengah tahun terakhir ini, Mahendra menjelaskan bahwa program pengembangan ekonomi daerah berfokus pada sektor-sektor utama dan komoditas unggulan di masing-masing daerah, khususnya agribisnis dan hortikultura.
"Karena, hal ini dianggap merupakan prioritas dari masing-masing daerah untuk mendorong industri dan komoditas unggulannya dengan melibatkan berbagai peserta aktivitas perekonomian yang sangat penting, utamanya adalah petani, peternak, pekebun, dan nelayan," jelas dia.
Dalam mendorong perekonomian daerah, Mahendra mengatakan dukungan pembiayaan atau kredit tidak hanya dalam konteks perbankan saja melainkan melibatkan seluruh lembaga jasa keuangan termasuk industri asuransi untuk mencakup risiko gagal panen atau bencana alam sehingga bisa mengurangi beban yang ditanggung kepada petani.
Selain itu, imbuh Mahendra, terdapat pula keterlibatan industri penjaminan, fintech p2p lending atau pinjaman daring (pindar), hingga securities crowdfunding untuk mendukung akses pendanaan atau pembiayaan bagi pelaku usaha kecil di daerah.
"Ini dibuat closed loop ekosistem sehingga satu aktivitas (ekonomi di daerah) itu bisa dilihat betul dari A sampai Z. Kalau tidak, maka hanya melihat produksinya saja tanpa ada kemudian penjaminannya, tanpa ada kemudian kepastian dalam penjualannya," kata dia.
Kini tak hanya sebatas pada sektor agribisnis dan hortikultura, Mahendra mengatakan bahwa OJK juga ingin mendorong sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (ekraf) di daerah melalui peran lembaga jasa keuangan dalam memperluas akses pembiayaan.
Pada beberapa waktu lalu, OJK juga telah meluncurkan platform OJK Innovation Centre for Digital Financial Technology (OJK Infinity) 2.0 untuk mendukung pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk industri kreatif dengan konsep kolaborasi pentaheliks.
Terkait pembiayaan ke sektor ekraf, Mahendra mengatakan peran Innovative Credit Scoring (ICS) juga dapat dilibatkan sebagai alternatif penilaian kredit untuk sektor ekraf, misalnya mempertimbangkan hak kekayaan intelektual (HKI) yang dapat dijadikan sebagai agunan.
"Pada gilirannya, karena banyak dari industri kecil-kecil yang memerlukan suatu intermediary dan pendekatan untuk memperbesar volumenya dengan menggunakan apa yang juga sudah disahkan oleh OJK yang disebut dengan kegiatan agregasi jasa keuangan. Jadi, ini adalah instrumen-instrumen baru yang melengkapi," kata Mahendra.
Baca juga: OJK minta LJK hati-hati kelola risiko antisipasi perlambatan ekonomi
Baca juga: OJK catat premi reasuransi capai Rp5,46 triliun per Februari 2025
Baca juga: OJK berencana rilis TKBI versi 3 di 2026, mencakup industri pengolahan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025