Sebagai warga negara yang baik, saya menghormati proses hukum meski dalam hati kecil saya tidak dapat menerima karena apa yang dituduhkan kepada saya saya sama sekali tidak pernah melakukan dan tidak mengetahui persangkaan ini,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad membantah melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan seperti yang disangkakan oleh Polda Sulawesi Selatan Barat.

"Sebagai warga negara yang baik, saya menghormati proses hukum meski dalam hati kecil saya tidak dapat menerima karena apa yang dituduhkan kepada saya saya sama sekali tidak pernah melakukan dan tidak mengetahui persangkaan ini," kata Abraham dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Abraham didampingi oleh Deputi Pencegahan Johan Budi SP, Kepala Biro Hukum Chatarina M Girsang, dan dua pengacaranya, Danang Trisasongko dan Abdul Fikar Hadjar.

Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015 menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharui dengan UU No 24 tahun 2013 berdasarkan laporan seorang perempuan bernama Feriyani Lim.

"Saya ingin jelaskan beberapa hal, pertama saya tegaskan bahwa saya tidak mengenal seorang wanita yang bernama Feriyani Lim," ungkap Abraham.

Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga (KK) Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

"Kemudian saya juga tidak tahu persis yang dituduhkan pemalsuan dokumen karena alamat tadi yang disampaikan, saya sejak 1999 beralamat di rumah saya di Jalan Mapala. Saya pribadi bingung dengan KK yang dimaksud karena itu adalah ruko. Berdasarkan itu saya belum mengerti apa maksud tuduhan dan persangkaan yang dialamatkan kepada saya," tambah Abraham.

Ia menjelaskan bahwa dirinya dan tim pengacara masih mengkaji langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan, termasuk pengajuan praperadilan.

"Saya sampai hari ini berkoordinasi dengan tim lawyer untuk membahas lebih jauh langkah-langkah apa dalam waktu dekat dan waktu selanjutnya," ungkap Abraham.

Pasal yang disangkakan kepada Abraham menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun".

Abraham sendiri sudah dikirimi surat panggilan untuk diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (20/2). Dalam surat panggilan bernomor SP.Pgl/208/II/2015/Ditreskrimum tertanggal 16 Februari 2015 yang ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel Kombes Joko Hartanto disebutkan agar Abraham Samad hadir menemui penyidik AKBP Adip Rojikan SIK, Ka Subddit IV Dit Reskrimum Polda Sulsel di Jalan Perintis Kemerdekaan Km 16 Makassar pada hari Jumat tanggal 20 Februari 2015 pukul 09.00 WITA.

Namun pengacara Abraham yang lain, Noersjahbani Katjasungkana menyatakan bahwa Abraham tidak akan memenuhi panggilan tersebut karena pasal sangkaan tidak jelas dan tidak mencantumkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Artinya, hanya ada dua pimpinan KPK saat ini yang tidak berstatus tersangka yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain karena Bambang Widjojanto juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 oleh Bareskrim Polri.

Namun, Adnan Pandu Praja juga sudah dilaporkan pada 24 Januari 2015 oleh ahli waris pemilih PT Deasy Timber karena diduga memalsukan surat akta perusahaan pada 2005 saat menjadi kuasa hukum perusahaan yang bergerak dalam bidang hak pengelolaan hutan (HPH) tersebut.

Sedangkan pada 28 Januari 2015, Zulkarnain dilaporkan Aliansi Masyarakat Jawa Timur karena diduga menerima uang dan gratifikasi berupa mobil saat mengani tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) pada 2008 yang menjadikan 186 orang sebagai tersangka.

Zulkarnain menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sat itu. Ia diduga melakukan tebang pilih atas penetapan 186 tersangka yang merupakan penerima P2SEM misalnya tidak memeriksa Gubernur Jatim Imam Utomo dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Suyono.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015