Wajah istana akan menjadi kotor."
Bogor (ANTARA News) - Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor (P4W IPB) mengusulkan pagar Istana Bogor tidak perlu digeser untuk membangun pedestrian selebar empat meter di sekeliling istana dan Kebun Raya Bogor, karena dapat memicu polutan dari sampah.

"Khawatirnya kalau digeser akan menambah permasalahan baru, terutama terkait lingkungan," kata F.S. Putri Cantika dari P4W IPB, di Bogor, Minggu.

Menurut dia, jika pagar Istana Bogor digeser setelah parit, maka parit yang tadinya berada di dalam istana menjadi di luar pagar, dan dikhawatirkan akan menjadi tempat pembuangan sampah dari masyarakat di sekitarnya.

"Dikhawatirkan kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, mereka yang beraktivitas di pedestrian takutnya membuang sampah di parit depan istana. Wajah istana akan menjadi kotor," katanya.

Dikatakannya, menggeser pagar Istana Bogor tidak melanggar undang-undang terkait benda cagar budaya, karena pagar dibangun setelah istana didirikan sehingga tidak masuk dalam warisan budaya.

Pelanggaran secara undang-undang, menurut dia, terjadi apabila pembangunan yang dilakukan melanggar bentuk bangunan, mengubah fasat bangunan atau identitas bangunan, dan menambah bangunan baru di dalam kawasan bangunan benda cagar budaya (BSB), seperti didirikannya Museum Balai Kirti.

"Kalau kita lihat beberapa BCB banyak berubah sebagai bagian dari perawatan dan menambah hal baru," katanya.

Ia mengatakan, wacana menggeser pagar istana harus dikaji tidak hanya dari sisi benda cagar budaya atau warisan kebudayaannya (cultural heritage) saja, tetapi dampak lingkungannya.

"Kita mengkhawatirkan polutannya," katanya.

Ia mengemukakan, lebih setuju jika pembangunan pedestrian sekeliling Istana dan Kebun Raya Bogor menggunakan lahan milik pemerintah untuk menghindari polutan di depan parit istana.

"Kalau berbicara heritage, Jalan Juanda juga merupakan benda cagar budaya, jalur tersebut merupakan jalan raya pos Anyer-Panarukan yang dibangun oleh kolonial Belanda," katanya.

Ketua Dewan Sejarah Dewan Kesenian Bogor, Taufik Hassunna, secara terpisah menjelaskan bahwa Istana Bogor bukan peninggalan tataran Pasundan, tetapi peninggalan kolonial Belanda, sehingga jika sebagian budayawan menolak pergeseran pagar istana karena bagian dari peninggalan Kerajaan Pajajaran tidaklah tepat.

"Keberadaan Istana Bogor tidak ada kaitannya dengan budaya Sunda, karena ini peninggalan Belanda," katanya.

Menurut Taufik pemahaman tentang Undang-Undang Nomor 10 tahun 2011 tentang benda cagar budaya pada pasal yang mengatur sanksi mengubah benda cagar budaya harus dipelajari lebih seksama, terutama untuk kasus pagar Istana Bogor, karena dibangun setelah bangunan didirikan.

"Apakah salah jika Pemerintah memberikan ruang bagi masyarakat bisa menikmati fasilitas pedestrian yang aman dan nyaman?," kata Taufik.

Taufik juga mengklarifikasi pernyataan sejumlah budayawan yang mengatakan bahwa aktivitas jalan kaki banyak dilakukan hanya setiap Sabtu dan Minggu, dan itupun kebanyakan dilakukan oleh warga di luar Bogor yang sedang berwisata.

"Memang benar Sabtu Minggu banyak orang luar yang datang Bogor, tetapi warga Bogor lebih sering berjalan kaki, karena Bogor ini kawasan pemukiman. Jadi, setiap harinya warga berangkat kerja menggunakan kereta, tetapi lihat juga setiap pagi banyak yang berjalan kaki di sekeliling istana dan kebun raya," katanya.

Pemerintah Kota Bogor berencana menata transportasi dengan membangun dan menata sejumlah fasilitas umum, dan salah satunya pembangunan pedestrian sekeliling Istana dan Kebun Raya Bogor menjadi lebih lebar, aman dan nyaman bagi pejalan kaki dan pesepeda.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015