Jakarta (ANTARA) - Puasa berkepanjangan atau prolonged fasting menjadi salah satu metode untuk mendukung kesehatan metabolik serta membantu proses penurunan berat badan.

Tren gaya hidup sehat semakin populer di berbagai kalangan masyarakat, terutama bagi yang ingin melakukan diet.

Jika intermittent fasting hanya menahan makan dalam waktu singkat, prolonged fasting mengharuskan tubuh bertahan tanpa asupan kalori selama berhari-hari dan berturut-turut.

Meski terasa ekstrem, metode ini dapat memberikan sejumlah manfaat kesehatan. Namun, tidak semua orang cocok melakukannya, sehingga perlu bimbingan medis yang tepat.

Prolonged fasting merupakan praktik berpuasa selama lebih dari 48 jam tanpa asupan kalori, hanya mengonsumsi air atau cairan non-kalori lainnya.

Air putih sudah terjamin kebaikannya untuk kesehatan tubuh, selain itu air putih tidak mengandung kalori.

Umumnya, prolonged fasting dilakukan selama minimal dua hari dan maksimal tujuh hari, atau lebih selama tubuh masih terasa optimal.

Sehingga, prolonged fasting menuntut ketahanan fisik dan mental yang lebih kuat.

Bahkan, usai menjalani puasa berkepanjangan, proses kembali makan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Tubuh yang telah lama tidak menerima asupan kalori berada dalam kondisi sensitif, sehingga dibutuhkan proses makan yang perlahan dan terkontrol.

Jika proses makan dilakukan secara tergesa-gesa, dapat berisiko munculnya refeeding syndrome, yaitu gangguan kesehatan karena perubahan metabolisme yang mendadak.

Manfaat dan kekurangan prolonged fasting

Prolonged fasting tidak hanya sekadar soal menahan lapar dalam jangka waktu panjang, tetapi juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh selain menurunkan berat badan.

1. Pencegahan penuaan sel

Prolonged fasting dapat meningkatkan proses perbaikan seluler (cellular repair) dan memperlambat penuaan jaringan.

Selama puasa, tubuh memicu mekanisme autofagi, yakni proses pembersihan dan regenerasi sel dari komponen yang rusak.

2. Dapat kurangi peradangan

Puasa berkepanjangan seperti 48 jam dapat menurunkan tingkat peradangan dalam tubuh. Karena peradangan kronis dapat menimbulkan banyak penyakit degeneratif.

Dengan menurunkan peradangan, tubuh menjadi lebih sehat dan risiko penyakit kronis dapat berkurang.

3. Meningkatkan sensitif insulin dan mengatur gula darah

Selama prolonged fasting, cadangan glikogen tubuh akan habis sehingga kadar insulin menurun.

Kondisi ini membuat tubuh lebih sensitif terhadap insulin, mengatur gula darah, dan penyimpanan nutrisi. Manfaat ini sangat baik untuk pencegahan dan pengelolaan diabetes tipe 2.

4. Membantu penurunan berat badan

Puasa minimal 48 jam, dapat mendorong tubuh untuk membakar lemak sebagai sumber energi setelah cadangan karbohidrat habis.

Proses ini membuat lemak tubuh lebih mudah digunakan sebagai bahan bakar, sehingga membantu penurunan berat badan.

Namun, disarankan untuk prolonged fasting dilakukan hanya 1–2 kali per bulan agar tetap aman dan sehat.

Kendati demikian, walaupun memiliki banyak manfaat, prolonged fasting belum tentu cocok untuk semua orang.

Karena dapat berisiko menimbulkan efek samping, seperti rasa lapar yang berat, tekanan darah rendah, kelelahan, hilangnya massa otot, bahkan gangguan elektrolit, jika tidak dilakukan dengan benar.

Oleh sebab itu, saat awal mula mencoba prolonged fasting, mulai dengan durasi puasa yang lebih singkat dan berkonsultasi lebih dulu dengan ahli, terutama bagi yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.

Metode ini harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak berlebihan, agar manfaatnya dapat dirasakan secara optimal tanpa membahayakan kesehatan

Selain mengonsumsi air putih, Anda juga bisa minum kopi hitam, teh hijau, atau air soda non-kalori untuk mengurangi rasa lapar dan dehidrasi saat masa prolonged fasting.

Baca juga: Rekomendasi diet sehat selama Ramadhan dan Lebaran

Baca juga: Rekomendasi menu sehat untuk buka puasa bagi Anda yang sedang diet

Baca juga: Puasa intermiten dapat berpengaruh pada tumbuh kembang remaja

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025