Tidak banyak yang bisa dilakukan kalau penangannya tidak terintegrasi."
Medan (ANTARA News) - Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) menilai dewasa ini pembangunan di Sumatera Utara semakin banyak melanggar tata ruang dan tidak terintegrasi satu sama lain.

"Selain tidak sesuai dengan tata ruang, pembangunan juga tidak terintegasi satu dengan lainnya sehingga kawasan-kawasan terlihat semerawut," kata anggota HAKI Sumut, Ronal HT Simbolon di Medan, Rabu.

Untuk semakin menekan ketidak beraturan, HAKI berencana mengumpulkan para instansi terkait pembangunan di Sumut seperti HAKI, Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia dan Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, Bappeda Sumut,, PT KAI , PT Angkasa Pura II untuk mendiskusikan dan mencari solusi permasalahan tersebut, katanya..

"Diskusi yang dikemas dengan Seminar Nasional yang bertema Rekayasa Sistem Konstruksi dalam Pembangunan Infrastruktur Sumut yang Berkelanjutan yang diselenggarakan pada 5-6 Juni 2015," kata Ronal HT Simbolon yang menjadi ketua seminar itu.

Dalam seminar itu diharapkan ada solusi bagi pembangunan di Sumut yang sudah salah peruntukkan dan membicarakan pembangunan selanjutnya.

"Tidak banyak yang bisa dilakukan kalau penangannya tidak terintegrasi," katanya yang didampingi Sekretaris dan Bendahara Panitia Nova Juliana Tarbiyatno dan Martono Anggusti.

Dia memberi contoh kawasan di Setia Budi yang awalnya diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman.

Tetapi nyatanya sudah berkembang menjadi kawasan bisnis yang juga tidak teratur sehingga kawasan itu menjadi macet

Kawasan Medan Johor yang jadi kawasan peresapan air juga dijadikan perumahan.

Ketua HAKI Sumut, Simon Dertha Tarigan, mengakui, baik secara langsung maupun tidak langsung, kondisi daerah memberi dampak terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Berdasarkan UU Pekerjaan Umum No.28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung telah mengamanatkan pentingnya keseimbangan antara aspek bangunan dan lingkungannya.

UU No. 74 Tahun 2002 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan yang mewajibkan agar dalam pengelolaan sumber daya air maupun jalan sungguh-sungguh memperhatikan kelestarian lingkungan.

Adapun UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga menjadi payung hukum dalam menjaga keseimbangan pemanfaatan ruang baik skala kawasan wilayah maupun wilayah konsep perencanaan berkelanjutan untuk menciptakan sinergi antara perencanaan dan teknologi yang menghemat sumber daya alam, energi, dan biaya..

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015