MPR dan Ketua Umum PAN, sejalan saja. Tidak masalah."
Jakarta (ANTARA News) - Semangat pemimpin lembaga negara tidak menjabat ketua umum partai teruji dengan kenyataan Ketua MPR RI 2014-2019 Zulkifli Hasan yang terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) dalam Kongres IV di Nusa Dua, Bali, 28 Februari hingga 2 Maret 2015.

Mantan Menteri Kehutanan pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kini menjadi satu-satunya pemimpin lembaga negara di Tanah Air yang menjadi ketua umum partai.

Bahkan, dalam sejarah pemimpin MPR, hanya Ketua MPR Zulkifli Hasan (terpilih dalam Sidang Umum MPR pada 8 Oktober 2014) yang merangkap jabatan sebagai orang nomor 1 di partai, yakni Ketua Umum PAN sejak 1 Maret 2015.

Ketua MPR periode 1997-1999 Harmoko terpilih pada jabatan itu, lantaran saat itu masih menjabat sebagai Ketua Umum Golongan Karya (Golkar) 1993-1998.

Begitu pula Ketua MPR periode 1992-1997 Wahono juga karena telah menjadi Ketua Umum DPP Golkar periode 1988-1993. Selain itu, Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais terpilih pada jabatan itu saat masih menjabat Ketua Umum PAN 1998-2005.

Sebaliknya, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid mengakhiri jabatannya memimpin partai itu saat terpilih sebagai Ketua MPR periode 2004-2009.

Meskipun MPR merupakan lembaga politik, dari 15 tokoh yang pernah menjabat ketua MPR ada sebanyak 13 dari politisi dan hanya dua orang yang berasal dari militer. Hanya Zulkifli yang saat menjabat pemimpin lembaga negara itu kemudian menjadi ketua umum partai.

Ketua MPR terdahulu adalah Chaerul Saleh (1960-1966, politisi Partai Murba), Wilujo Puspojudo (1966, militer), AH Nasution (1966-1972, militer), Idham Chalid (1972-1977, utusan golongan Nahdlatul Ulama), Adam Malik (1977-1978, politisi Golkar) dan Darjatmo (1978-1982, Golkar).

Kemudian, Amir Machmud (1982-1987, Golkar), Kharis Suhud (1987-1992, Golkar), Wahono (1992-1997, Golkar), Harmoko (1997-1999, Golkar), Amien Rais (1999-2004, politisi PAN), Hidayat Nurwahid (2004-2009, politisi PKS), Taufiq Kiemas (2009-2013, politisi PDI Perjuangan), dan Sidarto Danusubroto (2013-2014, PDI Perjuangan).

Dalam kancah pemerintahan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 20 Oktober 2014 "membersihkan" kabinetnya di kementerian-lembaga pemerintah nonkementerian yang masih menjabat sebagai pengurus partai.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar "terpental" peluangnya masuk kabinet karena lebih memilih memimpin partai berlambang sembilan bintangnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo harus menanggalkan jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan untuk digantikan oleh Hasto Kristiyanto.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani segera melepas jabatannya sebagai salah seorang Ketua DPP PDI Perjuangan setelah kongres partai banteng itu dalam waktu dekat ini.

Menteri Koordinator Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, dan Jaksa Agung HM Prasetyo, masing-masing telah mengundurkan diri dari jabatannya di Partai Nasional Demokrat (NasDem).

Begitu pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi dan Menteri Perindustrian Saleh Husin telah melepas jabatannya sebagai pengurus partai yang duduk di jajaran Ketua DPP Partai Hanura.

Presiden Jokowi memberikan contoh baru bahwa Presiden bukanlah pengurus partai.

Presiden/Wapres sebelumnya merangkap jabatan sebagai ketua umum partai, seperti yang pernah disandang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang rangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk 2013-2015, dan kuat akan dipilih kembali pada kongres tahun ini.

Presiden 2001-2004 Megawati Soekarnoputri hingga kini masih masih menjadi orang nomor wahid di PDI Perjuangan, Wapres 2001-2004 Hamzah Haz juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Wapres 2004-2009 M. Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Partai Golkar.

Adapun Zulkifli Hasan setelah terpilih sebagai Ketua Umum PAN untuk periode 2015-2020 menyatakan tidak akan melepas jabatan sebagai Ketua MPR.

"MPR dan Ketua Umum PAN, sejalan saja. Tidak masalah," kata politisi kelahiran Lampung 16 Mei 1962 itu.

Zulkifli dalam Kongres IV PAN mengungguli calon lain Hatta Radjasa (Ketua Umum PAN 2010-2015) dengan selisih tipis enam suara. Zulkifli meraih 292 suara sedangkan Hatta memperoleh 286 suara dari total 578 suara. Sementara ada empat suara dianggap tidak sah.

Ia berdalih MPR hanya memiliki dua tugas penting, yakni melantik dan memberhentikan Presiden dan melakukan amendemen UUD 1945.

MPR telah menyelenggarakan acara pelantikan Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2014. Saat ini MPR belum melihat ada urgensi untuk melakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945.

Jadi tugas MPR keliling ke berbagai daerah untuk melakukan kunjungan kerja atau menerima tamu di Senayan serta menghadiri acara-acara resmi kenegaraan.

Zulkifli pernah menyampaikan karakter politisi menentukan kemampuan suatu bangsa untuk bertahan dan terus melangkah maju. Karakter politisi yang diperlukan adalah politisi dengan kualitas negarawan. Kondisi politik yang dinamis dan selalu berubah merupakan tantangan sekaligus peluang untuk politisi dan partai politik.

Politisi dan pejabat publik yang memiliki sikap, keteguhan, dan keberpihakan akan mampu mengelola dan mengatasi permasalahan.

Hingga kini belum ada aturan hukum yang melarang Ketua Umum MPR merangkap jabatan sebagai pengurus partai. UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak mengatur rangkap jabatan di partai politik.

MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD merupakan kumpulan para politisi yang terpilih melalui pemilihan umum. Sebagai kader politik, wajar bila Zulkifli juga ingin menjadi Ketua Umum PAN.

Setelah keinginan itu terwujud, jangan sampai menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) dengan tugas-tugasnya sebagai Ketua MPR, mengingat wewenang dan tugas MPR berada di atas kepentingan politik.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015