Menghadapi dilema ini, Indonesia perlu melakukan beberapa langkah diantaranya memperkuat diplomasi perdagangan...
Jakarta (ANTARA) - Perubahan pola impor minyak Indonesia dari Singapura ke Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya dipicu oleh dinamika harga global atau diversifikasi pasokan, tetapi juga oleh tekanan geopolitik dan kebijakan perdagangan AS di era Donald Trump.
Kebijakan tarif Trump yang agresif pada 2018 - 2020 menjadi titik balik dalam hubungan dagang AS-Indonesia. AS memberlakukan tarif tambahan sebesar 25 persen pada impor baja dan 10 persen pada aluminium dari berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan alasan keamanan nasional (Section 232 Trade Expansion Act).
Meskipun Indonesia bukan eksportir baja terbesar ke AS dengan hanya 1,2 persen pangsa dari total impor baja AS pada 2017, kebijakan ini berdampak signifikan. Menurut data Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada 2021, nilai ekspor baja Indonesia ke AS anjlok dari 298 juta dolar AS pada 2017 menjadi 102 juta dolar AS pada 2020.
Selain itu, AS juga mengancam mencabut fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) untuk Indonesia pada 2019 karena isu defisit perdagangan.
GSP merupakan skema yang memungkinkan produk Indonesia masuk ke AS dengan tarif nol atau rendah. Pada 2020, nilai ekspor Indonesia ke AS yang tercakup GSP mencapai 2,1 miliar dolar AS, termasuk tekstil dan produk pertanian (ITC, 2021).
Terakhir AS mengenakan tarif sebesar 32 persen bagi impor dari Indonesia dan bahkan untuk impor pakaian jadi hasil negosiasi malah menaikkan tarif impornya menjadi 47 persen. Ancaman ini memaksa Indonesia untuk merespons dengan meningkatkan impor dari AS guna mengurangi tekanan defisit perdagangan.
Baca juga: Menteri ESDM usul tambah impor migas dari AS senilai Rp167,73 triliun
Halaman berikut: Peningkatan impor minyak sebagai alat diplomasi ekonomi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.