Sistem ini akan memanfaatkan data pemantauan kualitas udara secara real-time yang dikombinasikan dengan parameter cuaca dari BMKG
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan sistem peringatan dini untuk mendeteksi potensi lonjakan polusi udara ekstrem di kawasan perkotaan padat penduduk.
"Sistem ini akan memanfaatkan data pemantauan kualitas udara secara real-time yang dikombinasikan dengan parameter cuaca dari BMKG," kata Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan sistem tersebut dirancang untuk mencegah dampak kesehatan serius, khususnya pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita gangguan pernapasan.
Sistem ini akan dilengkapi indikator ambang batas konsentrasi partikel halus (PM2,5), ozon, nitrogen dioksida, dan karbon monoksida. Jika ambang batas dilampaui, sistem secara otomatis mengirimkan peringatan kepada pemerintah daerah, fasilitas layanan kesehatan, dan masyarakat umum.
Baca juga: KLH usulkan insentif kendaraan listrik percepatan pengendalian emisi
Berdasarkan laporan State of Global Air 2023, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan paparan PM2,5 tertinggi di dunia, dengan rerata tahunan di atas 30 mikrogram per meter kubik yang jauh melebihi ambang batas WHO sebesar 5 mikrogram per meter kubik. Jakarta sendiri tercatat memiliki indeks kualitas udara (AQI) harian yang sering masuk kategori “tidak sehat” hingga “sangat tidak sehat” pada musim kemarau.
KLH menargetkan sistem peringatan dini ini tidak hanya berbasis data dari Air Quality Monitoring System (AQMS) nasional, tetapi juga terintegrasi dengan media sosial dan aplikasi digital lokal untuk mempercepat penyebaran informasi.
Baca juga: Minggu pagi, kualitas udara Jakarta terburuk keempat di dunia
Penerapannya akan dibarengi dengan protokol tanggap darurat kualitas udara, seperti pemberlakuan work from home, penghentian sementara kegiatan luar ruang di sekolah, serta penyediaan masker dan ruang bersih di fasilitas umum.
Menurut Ridho, sistem ini merupakan bagian dari peta jalan nasional mitigasi pencemaran udara 2025–2030, dan akan menjadi model awal bagi replikasi di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan.
KLH berharap kerja sama lintas kementerian, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat mendukung sistem ini sebagai alat perlindungan dini terhadap risiko krisis kualitas udara di masa mendatang.
Baca juga: KLH targetkan cakupan alat pemantau kualitas udara hingga 2045
Baca juga: KLH dorong pengelola tol ikut PROPER untuk nilai kinerja lingkungan
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.