Ini bisa kita lihat di beberapa indeks, di US Uncertainity Index, itu hampir meningkat dua sampai empat kali lipat ketidakpastiannya

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyampaikan, kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dapat meningkatkan risiko ketidakpastian ekonomi global.

Sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan, hal itu dapat dilihat dari meningkatnya sejumlah indeks ketidakpastian di AS sendiri.

“Ini bisa kita lihat di beberapa indeks, di US Uncertainity Index, itu hampir meningkat dua sampai empat kali lipat ketidakpastiannya. Ini yang betul-betul harus kita kalkulasi, respons, dan desain kebijakan yang tepat,” ujar Ferry dalam Sarasehan Kebangsaan BPIP di Jakarta, Selasa.

Dalam US Uncertainity Index, indeks ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan AS naik empat kali lipat, ketidakpastian moneter naik tiga kali lipat, kemudian untuk ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi naik dua kali lipat.

Melalui paparannya, Ferry menjelaskan penerapan rezim, tarif Trump ini juga turut meningkatkan kemungkinan resesi di beberapa negara maju.

Kanada, misalnya, yang memiliki potensi resesi mencapai 45 persen, disusul dengan AS (40 persen), Jepang (30 persen), Brasil (17,5 persen), hingga China (15 persen).

“Implikasi lain yang juga perlu kita cermati adalah tarif akan berdampak langsung terhadap perdagangan dunia, beberapa lembaga multilateral seperti IMF, World Bank (memproyeksi) pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan,” jelasnya.

Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 2,8 persen, juga volume perdagangan dari 3,2 persen menjadi 1,7 persen pada 2025.

“Ini yang perlu diantisipasi, terutama dalam beberapa daerah yang punya kontribusi ekspor cukup tinggi,” tutur Ferry.

Pemerintah saat ini, lanjutnya, tengah dalam proses negosiasi dengan Pemerintah AS untuk mencari solusi terbaik menghadapi kebijakan tarif resiprokal tersebut.

Adapun selama proses negosiasi, kedua negara sepakat menyusun peta jalan (roadmap) perdagangan dengan tenggat selama 60 hari ke depan. Pembahasan teknis negosiasi Indonesia-AS bakal mempertimbangkan lima fokus, yakni menjaga ketahanan energi nasional, memperjuangkan akses pasar ekspor, mendorong kemudahan berusaha melalui deregulasi, membangun rantai pasok industri strategis, termasuk mineral kritis, serta memperluas akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Tawaran Indonesia kepada Amerika Serikat bertujuan untuk mewujudkan kerja sama perdagangan yang adil, fair and square," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sejauh ini, Indonesia dan USTR telah menandatangani non-disclosure agreement (NDA) yang menandai dimulainya fase pembahasan teknis.

Baca juga: Hadapi ketidakpastian global, RI siapkan sejumlah kebijakan ekonomi

Baca juga: Kemenko ekonomi sebut AS cukup bergantung pada beberapa komoditas RI

Baca juga: Tarif AS-China turun, Indonesia manfaatkan untuk negosiasi

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.