Jakarta (ANTARA) - Anemia defisiensi besi (ADB) masih sering dipandang remeh, padahal dampaknya bisa sangat serius, terutama bagi ibu hamil.
Kekurangan zat besi selama kehamilan bukan hanya berakibat pada kondisi fisik ibu, tetapi juga dapat membawa konsekuensi jangka panjang bagi perkembangan anak yang dikandung.
Salah satu temuan mengejutkan datang dari studi yang diterbitkan dalam JAMA Psychiatry pada 2019, yang menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dari ibu yang mengalami anemia di awal kehamilan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan spektrum autisme (ASD) dan gangguan perhatian serta hiperaktivitas (ADHD).
Risiko ini meningkat secara signifikan bila anemia terjadi pada smester pertama dan tergolong sedang hingga berat.
Penelitian ini membuka mata bahwa pencegahan anemia pada ibu hamil bukan hanya penting untuk keselamatan ibu dan kelancaran proses persalinan, tetapi juga sangat krusial dalam membentuk masa depan anak.
Ketika zat besi dalam tubuh ibu hamil tidak mencukupi, kemampuan darah untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke janin, menurun drastis.
Padahal oksigen dan nutrisi esensial sangat dibutuhkan untuk pembentukan dan perkembangan sistem saraf pusat pada janin sejak awal kehamilan.
Ini adalah masa yang sangat kritis. Kekurangan oksigen secara kronis dalam kandungan bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan organ, termasuk otak, dan dalam jangka panjang bisa memicu gagal tumbuh.
Dokter spesialis anak dr Rizki Aryo Wicaksono SpA menyebut bahwa gangguan perkembangan otak janin akibat anemia adalah salah satu bentuk ancaman kesehatan serius yang jarang disadari.
Dalam praktiknya, banyak ibu hamil tidak menyadari bahwa mereka mengalami anemia karena gejalanya sering tidak kentara, seperti lelah berkepanjangan, pucat, atau mudah pusing. Namun dampaknya terhadap janin sangat nyata.
Baca juga: Anemia saat hamil dan asap rokok dapat akibatkan "stunting" bayi
Anak-anak yang lahir dari ibu dengan ADB berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan seperti berat badan lahir rendah (BBLR), kekurangan zat besi sejak lahir, infeksi berulang karena imunitas lemah, bahkan penurunan IQ.
Penelitian demi penelitian mengonfirmasi bahwa gangguan kognitif dan motorik yang dialami anak-anak ini berakar dari masa kehamilan.
Dalam jangka panjang, mereka bisa menghadapi kesulitan belajar dan performa akademik yang tertinggal dari anak-anak lain yang tidak mengalami kekurangan nutrisi esensial pada masa awal kehidupan.
Zat besi bukan hanya penting dalam masa kehamilan. Setelah anak lahir, pemenuhan kebutuhan zat besi tetap harus menjadi perhatian utama.
Pada masa pertumbuhan awal, zat besi memainkan peran kunci dalam pembentukan sel darah merah, perkembangan otak, dan sistem kekebalan tubuh.
Oleh karena itu, asupan harian zat besi dari makanan dan minuman anak harus benar-benar diperhatikan. Susu yang telah difortifikasi dengan zat besi dapat menjadi solusi praktis bagi orang tua yang kesulitan memastikan anak mendapatkan cukup zat besi dari makanan padat saja.
Susu semacam ini biasanya juga dilengkapi dengan vitamin C yang membantu penyerapan zat besi secara optimal oleh tubuh.
Memang, pola makan anak-anak, terutama pada usia balita sering kali tidak seimbang. Banyak anak yang picky eater, sulit makan sayur dan daging, yang sebenarnya merupakan sumber zat besi heme terbaik.
Dalam kondisi seperti ini, susu terfortifikasi bisa menjadi penopang penting untuk mencegah kekurangan nutrisi.
Dokter spesialis penyakit dalam Dr H Sukiman Rusli SpPD menekankan bahwa zat besi dalam susu, bersama dengan kalsium, protein, dan vitamin D, memainkan peran penting dalam menjaga berbagai fungsi tubuh tetap berjalan optimal.
Baca juga: Bill Gates berencana luncurkan suplemen untuk ibu hamil di Indonesia
Ia juga mengingatkan bahwa manfaat susu bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga penting bagi semua kelompok usia, termasuk lansia. Di usia lanjut, zat besi tetap dibutuhkan untuk menjaga daya tahan tubuh dan mencegah kelemahan fisik.
Pandangan bahwa susu hanya untuk anak-anak perlu direvisi. Kebiasaan minum susu secara rutin sebenarnya bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehat lintas generasi.
Pentingnya edukasi
Dalam konteks pencegahan anemia, ini menjadi bagian dari solusi yang lebih luas. Edukasi mengenai pentingnya pemenuhan zat besi harus dimulai sejak dini dan harus mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk gaya hidup, kebiasaan makan, serta perhatian terhadap kondisi kesehatan individu dalam setiap fase kehidupannya.
Sayangnya, isu ADB pada ibu hamil masih belum banyak mendapatkan perhatian yang memadai, baik dalam diskursus publik maupun dalam kebijakan kesehatan nasional.
Padahal pencegahan ADB sebenarnya tidak sulit dilakukan. Pemeriksaan kehamilan secara rutin, suplementasi zat besi yang tepat, serta edukasi mengenai makanan sumber zat besi harus menjadi bagian integral dari layanan kesehatan ibu dan anak.
Di banyak negara, fortifikasi makanan dan minuman telah menjadi bagian dari strategi nasional untuk menurunkan angka anemia.
Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang telah berhasil menekan angka ADB melalui pendekatan multisektor yang melibatkan layanan kesehatan, pendidikan, industri pangan, dan komunitas.
Dalam jangka panjang, pemenuhan zat besi bukan hanya soal kesehatan fisik, tetapi juga investasi terhadap kualitas sumber daya manusia bangsa.
Anak-anak yang tumbuh dengan kondisi gizi optimal memiliki potensi yang lebih besar untuk berkembang secara kognitif, sosial, dan emosional.
Mereka inilah yang nantinya akan mengisi berbagai posisi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka, mencegah anemia selama kehamilan adalah tindakan strategis yang memberikan dampak melampaui generasi.
Sudah saatnya bangsa ini tidak memandang enteng anemia pada ibu hamil. Ini bukan hanya persoalan medis, tetapi juga persoalan masa depan.
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya zat besi, memperkuat sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta mendorong akses terhadap makanan dan minuman bergizi adalah langkah nyata yang bisa diambil hari ini.
Karena masa depan bangsa dimulai dari rahim ibu yang sehat dan anak-anak yang tumbuh dengan gizi cukup dan cinta yang penuh.
Baca juga: Anemia pada remaja berisiko meningkat hampir dua kali saat hamil
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.