Jakarta (ANTARA) - Di ruang kelas yang senyap, seorang anak memandangi papan tulis dengan kebingungan. Rumus-rumus matematika dan definisi sains bertebaran, namun tak satu pun terasa hidup baginya.
Di sisi lain dunia, anak seusianya sedang merakit robot, menguji sensor, dan berdiskusi dengan teman-temannya tentang solusi energi terbarukan. Perbedaan itu bukan terletak pada kemampuan, melainkan pada sistem pendidikan yang mereka jalani.
Inilah semangat yang menjadi kunci dalam upaya mentransformasikan sistem pendidikan di Indonesia, dan ini pula urgensi dari pentingnya memasyarakatkan pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) lebih kuat untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Transformasi pendidikan berbasis STEM bukan hanya sebuah agenda teknis yang berbicara tentang pembaruan kurikulum atau pelatihan guru, melainkan lompatan paradigma tentang bagaimana bangsa ini memandang ilmu pengetahuan dan masa depan bangsa.
Anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen), Dr. Stephanie Riady, B.A., M.Ed., menyebut bahwa sistem pendidikan sains dan teknologi di Indonesia perlu diubah secara fundamental agar lebih relevan dengan kehidupan siswa masa kini.
“Sains sejatinya adalah cara berpikir, yaitu bagaimana melihat persoalan, merumuskan solusi, dan mengubah pengetahuan menjadi tindakan,” ujarnya menegaskan.
Namun kenyataannya, pembelajaran sains dan matematika di tanah air masih banyak terjebak dalam pendekatan usang mencakup hafalan rumus, ujian pilihan ganda, dan minimnya praktik di kelas. Pendidikan semacam ini cenderung sulit melahirkan generasi yang tangguh, apalagi unggul.
Dalam lanskap global yang sedang bergerak cepat ke arah otomasi, kecerdasan buatan, dan ekonomi digital, pendekatan pendidikan semacam itu jelas perlu disesuaikan agar bisa relevan dengan perkembangan zaman.
Menurut Dr. Stephanie, pendidikan berbasis STEM bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Dunia hari ini memerlukan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga mampu berpikir kritis, berinovasi, dan berkolaborasi lintas bidang.
Namun, banyak siswa Indonesia merasa asing dengan pelajaran STEM karena pendekatannya tidak membumi.
Padahal, bidang ini sesungguhnya sangat potensial dalam membentuk pola pikir logis dan kreatif, kualitas yang justru menjadi landasan utama di era kecerdasan buatan yang semakin mendominasi cara hidup kita.
Bangsa ini tidak bisa mengabaikan data yang ada. Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-71 dari 80 negara dalam literasi sains.
Sebuah peringkat yang memprihatinkan dan mencerminkan bahwa meskipun anak-anak Indonesia bersekolah, mereka belum sepenuhnya diajarkan cara berpikir ilmiah.
Hal ini diperparah dengan laporan “Fixing the Foundation” dari Bank Dunia yang menyoroti bahwa banyak program pelatihan guru di negara berpenghasilan menengah, termasuk Indonesia, belum efektif terutama dalam hal penguasaan konten dan metodologi pengajaran STEM. Indonesia seperti sedang berjalan dengan peta yang tidak akurat di medan yang penuh jurang.
Di sisi lain, negara-negara yang telah berkomitmen sejak dini terhadap pendidikan STEM menunjukkan hasil yang mencengangkan.
Korea Selatan, misalnya, telah menjadikan STEM sebagai prioritas pembangunan nasional sejak 1960-an. Kini mereka menjadi salah satu negara dengan ekonomi berbasis teknologi tinggi yang sangat kompetitif.
Di Eropa, Finlandia dikenal dengan sistem pendidikan inovatifnya yang menekankan kreativitas dan pembelajaran lintas disiplin.
Bahkan Vietnam, yang secara ekonomi dan historis lebih dekat dengan Indonesia, mereformasi kurikulumnya sejak 2010 dengan pendekatan berbasis proyek.
Hasilnya, performa siswa mereka dalam pengukuran internasional kini sejajar dengan negara-negara maju. Malaysia pun tak tinggal diam. Mereka terus mendorong partisipasi siswa dalam jalur STEM melalui pelatihan guru, insentif bagi sekolah, dan kemitraan aktif dengan dunia industri.
Indonesia Cerdas
Namun, bangsa ini harus tetap optimistis. Sebab Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan pendidikan sains dan teknologi.
Di berbagai daerah, mulai terlihat tanda-tanda lahirnya ekosistem inovasi. Pelatihan robotik di Yogyakarta, kompetisi inovasi di Jakarta, dan pengembangan alat berbasis IoT oleh mahasiswa di Surabaya adalah contoh konkret bahwa semangat pembaruan telah tumbuh, meski belum merata.
Tantangannya kini adalah bagaimana memperkuat dan memperluas inisiatif ini melalui sistem pendidikan yang mendukung dan kebijakan yang berpihak.
Inisiatif semacam ini harus diperluas dan diintegrasikan dengan dukungan dari sekolah, guru, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas.
“Tidak semua anak harus jadi ilmuwan. Namun, setiap anak perlu tahu cara mengamati, berpikir, dan menyelesaikan masalah. Karena masa depan tak dibangun oleh hafalan, tetapi oleh keberanian untuk bertanya, mencoba, dan gagal, lalu bangkit kembali,” kata Dr. Stephanie.
Kalimat ini mencerminkan bahwa pendidikan STEM bukan tentang mencetak generasi teknokrat semata, tetapi tentang membentuk cara pandang dan sikap hidup yang tangguh, mandiri, dan kreatif. Sebuah nilai yang melampaui ruang kelas dan menjadi bekal hidup sepanjang hayat.
Dalam upaya konkret mendorong transformasi sistem pendidikan nasional, sejumlah pihak termasuk swasta perlu terlibat. Ini salah satunya dilakukan oleh Riady Foundation yang bertekad turut menjadi katalis perubahan melalui program “STEM Indonesia Cerdas”.
Program ini menjadi inisiatif tersendiri bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran, karena memang melibatkan kerja sama lintas kementerian, mulai dari Kemendikdasmen, Kementerian Pendidikan Tinggi Sainstek, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Agama, hingga Kementerian Komunikasi dan Digital.
Tak kurang dari 500 satuan pendidikan perintis di seluruh Indonesia menjadi bagian dari gerakan ini. Fokus program ini mencakup penguatan kompetensi guru, pengembangan kurikulum berbasis proyek dan kecerdasan buatan, serta penyediaan ekosistem belajar yang kontekstual dan kolaboratif.
Dalam lima tahun ke depan, program ini menargetkan 10 juta siswa di seluruh Indonesia agar memiliki kecakapan dasar di bidang Artificial Intelligence (AI) dan STEM.
Untuk mencapai tujuan ini, disiapkan modul ajar inklusif, pelatihan guru berskala nasional, platform pembelajaran digital yang interaktif, serta sistem pemantauan dan evaluasi yang menyeluruh. Ini bukan sekadar proyek pendidikan, tapi sebuah langkah strategis untuk menjadikan pendidikan sebagai gerakan nasional.
Dr. Mochtar Riady, pendiri Riady Foundation, menggambarkan program ini sebagai bentuk warisan untuk bangsa.
Memang, pendidikan adalah investasi terbaik yang bisa diwariskan kepada generasi penerus. “Pendidikan adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk generasi penerus. Saya mengajak seluruh keluarga Indonesia untuk berperan aktif. Anak-anak kita tidak hanya butuh mimpi, mereka butuh bekal untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Kata-kata ini bukan hanya nasihat, tapi juga seruan moral untuk seluruh elemen bangsa agar tidak lagi menunda transformasi yang sudah lama kita butuhkan.
Ke depan, semua pihak harus bertekad memperluas kolaborasi mulai dari pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, dunia usaha, hingga komunitas lokal.
Harapannya, STEM Indonesia Cerdas bukan hanya menjadi program, tetapi tumbuh sebagai gerakan nasional yang mengubah cara belajar dan berpikir anak-anak Indonesia.
Dengan pendekatan yang tepat, generasi muda Indonesia akan mampu menghadapi masa depan dengan percaya diri, memiliki keterampilan yang relevan di era digital, dan siap berkontribusi secara nyata bagi bangsa.
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar angka atau retorika pembangunan. Ia adalah mimpi kolektif yang hanya bisa dicapai jika seluruh elemen bangsa berani membangun fondasi dari hari ini.
Pendidikan berbasis STEM bukan satu-satunya jawaban, tapi ia adalah jembatan penting yang bisa membawa bangsa ini ke masa depan yang lebih inklusif, adil, dan penuh harapan.
Di balik setiap anak yang diberi ruang untuk berpikir dan bereksperimen, tersimpan potensi untuk mengubah dunia. Maka tugas berikutnya adalah bukan lagi hanya mengajar, tapi menyalakan api semangat itu, dan menjaganya tetap menyala.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.