Tapi tanpa kajian menyeluruh dan strategi implementasi yang matang, kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi efisiensi birokrasi dan beban fiskal negara.
Jakarta (ANTARA) - Wacana kenaikan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) kembali mengemuka. Pada 15 Mei 2025, Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) resmi mengajukan usulan kepada Presiden, DPR, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk menaikkan batas usia pensiun hingga 70 tahun, khususnya bagi jabatan fungsional utama.
Argumennya sederhana: karena harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat, dan ASN senior masih memiliki kapasitas untuk bekerja dan berkontribusi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka harapan hidup pada 2024 mencapai 74,21 tahun untuk perempuan dan 70,32 tahun untuk laki-laki. Secara logis, batas pensiun 58 atau 60 tahun terasa kurang memberi ruang bagi ASN yang masih sehat dan produktif.
Korpri mengusulkan skema baru yaitu pejabat tinggi utama pensiun di usia 65 tahun, madya di usia 63 tahun, pratama 62 tahun, serta administrator dan pengawas 60 tahun. Khusus jabatan fungsional utama, usia pensiun diusulkan naik menjadi 70 tahun. Usulan ini membawa sejumlah manfaat, tetapi juga menyimpan persoalan besar.
Ada beberapa alasan kenapa usulan perpanjangan usia pensiun ini diajukan.
Pertama, kebijakan ini bisa memperpanjang masa pengabdian ASN yang sudah berpengalaman dan berkualifikasi tinggi. Banyak ASN berhenti di saat mereka sedang berada di puncak kemampuan profesionalnya.
Padahal, negara telah menginvestasikan banyak dalam pelatihan dan pengembangan. Memperpanjang usia pensiun berarti memaksimalkan investasi tersebut.
Kedua, ASN senior berpengalaman masih sangat dibutuhkan, terlebih dalam birokrasi yang sedang menjalani transformasi digital dan reformasi pelayanan publik. Mereka memiliki pemahaman mendalam terhadap sistem, jaringan, dan praktik birokrasi yang tak bisa langsung digantikan oleh ASN muda.
Ketiga, perpanjangan masa kerja juga memberi waktu adaptasi lebih panjang menjelang pensiun. Banyak ASN mengalami post power syndrome saat tiba-tiba berhenti bekerja. Jika masa kerja diperpanjang secara bertahap dan dengan kesiapan psikologis yang lebih baik, maka masa pensiun bisa dijalani lebih sehat dan sejahtera.
Sekalipun, manfaat tersebut tidak otomatis hadir tanpa syarat. Perpanjangan usia pensiun idealnya dibarengi peningkatan profesionalisme, evaluasi kinerja, serta pembaruan kompetensi. Tanpa itu, kita hanya memperpanjang rutinitas birokrasi tanpa kualitas.
Baca juga: Istana sebut usulan usia pensiun ASN 70 tahun belum masuk pembahasan
Halaman berikut: Risiko fiskal dan regenerasi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.