Fakta di lapangan menunjukkan tidak jelas adanya aktivitas mitigasi, sedangkan yang terjadi adalah justru aktivitas penambangan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau."
Bandarlampung (ANTARA News) - Walhi mendesak Pemkab Lampung Selatan segera membatalkan kerja sama mitigasi dengan pihak ketiga, karena dari aspek regulasi dinilai terjadi pelanggaran yang mengancam kelestarian kawasan cagar alam laut Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.

Pjs Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Firman Seponada, Hendrawan, dan Indra Firsada, di Bandarlampung, Kamis, mengungkapkan adanya kegiatan penambangan pasir di kawasan Pulau Sebesi dan sekitar cagar alam laut Gunung Anak Krakatau, antara lain dilakukan oleh PT Eval, PT LIPS, dan PT ASKO.

Saat ini, pimpinan PT Eval telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Lampung.

"Kami melihat pelanggaran yang terjadi hampir sama dengan kejadian tahun 2009, mengingat kawasan Pulau Sebesi merupakan bagian dari cagar alam laut Gunung Anak Krakatau seluas 16.360,20 ha, sesuai ketentuan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan tersebut," ujar Indra Firsada pula.

Walhi bersama LBH Bandarlampung sedang mengawal proses hukum atas pelanggaran tersebut ke Polda Lampung.

"Komitmen dan ketegasan penegak hukum masih perlu dipertegas lagi dalam menangani pelanggaran hukum ini," katanya.

Hendrawan menegaskan, penambangan pasir di Pulau Sebesi dan sekitarnya itu merupakan pelanggaran terhadap Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Fakta di lapangan menunjukkan tidak jelas adanya aktivitas mitigasi, sedangkan yang terjadi adalah justru aktivitas penambangan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau," ujarnya.

Karena itu, Walhi Lampung juga menuntut agar Perda Kabupaten Lampung Selatan No. 11 Tahun 2014 tentang Mitigasi Regional Geologi ditinjau ulang, karena telah membuka peluang terjadinya legalisasi penambangan pasir berdalih mitigasi.

"Kami mendorong Perda tersebut untuk dicabut oleh Mendagri, dengan mengirim surat ke Kemendagri yang ditembuskan ke DPRD Lampung Selatan," ujarnya.

Walhi Lampung menilai telah terjadi pelanggaran terhadap mitigasi bencana geologi di kawasan Gunung Anak Krakatau, yaitu tidak dikoordinasikan rencana aktivitas yang dilakukan kepada Badan Geologi sebagai pemegang otoritas kawasan cagar alam laut Gunung Anak Krakatau.

"Telah terjadi pula pelanggaran yang dilakukan oleh Pemkab Lampung Selatan dalam mitigasi bencana alam geologi yang semestinya tidak boleh dijalankan oleh pihak ketiga," kata Firman Seponada.

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015