London (ANTARA) - Saat Perang Perlawanan Rakyat China Melawan Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Dunia diperingati untuk yang ke-80 kalinya pada tahun ini, episode masa perang yang tidak begitu dikenal, yang memperlihatkan solidaritas antara masyarakat Inggris dan China, kembali menjadi perhatian publik melalui memorial, film dokumenter, dan seruan baru untuk mengenang peristiwa tersebut.
Delapan puluh tiga tahun yang lalu, sebuah kapal kargo Jepang yang mengangkut tawanan perang (prisoner of war/POW) Inggris tenggelam di lepas pantai Provinsi Zhejiang di China timur. Lebih dari 800 nyawa melayang. Namun, para nelayan China setempat berhasil menyelamatkan 384 POW, sebuah aksi kemanusiaan luar biasa yang tetap menjadi penghubung kuat antara China dan Inggris.
Peringatan resmi Inggris terkait Hari Kemenangan atas Jepang (Victory over Japan Day/VJ Day) akan diselenggarakan pada Agustus mendatang. Sementara itu, sebuah acara memorial yang khidmat digelar pada 20 Mei di Pulau Qingbang di Kota Dongji, Provinsi Zhejiang. Di lokasi itu, monumen batu setinggi dua meter diresmikan untuk menghormati para nelayan yang mempertaruhkan nyawa mereka demi menyelamatkan POW yang terdampar. Sebanyak 18 keturunan prajurit yang diselamatkan melakukan perjalanan dari Inggris untuk menghadiri acara itu.
Di Zhejiang, Anthony Jones, cucu laki-laki dari penyintas Thomas Theodore Jones yang juga menjabat sebagai chairman Asosiasi Memorial Lisbon Maru, menggambarkan monumen itu sebagai "jembatan" yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, China dan Inggris, serta kedukaan dan solidaritas. Dalam upacara pembukaan festival film tersebut, Duta Besar China untuk Inggris Zheng Zeguang menekankan bahwa kerja sama antara masyarakat China dan Inggris saat perang mencerminkan pengorbanan bersama yang dilakukan untuk melawan agresi fasis. Tindakan tanpa pamrih yang dilakukan oleh para nelayan merupakan bukti kuat dari persahabatan yang terjalin selama perang, ujarnya.
Di hari yang sama, film dokumenter berjudul "Tenggelamnya Lisbon Maru" (The Sinking of the Lisbon Maru), yang mengisahkan perjalanan tragis kapal Lisbon Maru, mulai diputar di bioskop-bioskop di Inggris. Film tersebut mengisahkan bagaimana kapal Lisbon Maru secara keliru dihantam torpedo oleh kapal selam Amerika Serikat, dan upaya penyelamatan yang berani pun dilakukan oleh para nelayan.
Beberapa hari kemudian, yakni pada Jumat (23/5), Festival Film China 2025 dibuka di London dengan penayangan film dokumenter tersebut. Hampir 200 tamu menghadiri acara itu, termasuk kerabat para penyintas.
Film yang dibuat selama delapan tahun itu menghadirkan testimoni langka dari para penyintas dan keluarga mereka, serta wawancara dengan sejumlah sejarawan dan rekaman arsip. Melalui penelitian dan penceritaan yang mendetail, film itu menarik minat baru terhadap episode masa perang yang sebagian besar telah dilupakan. Menurut film dokumenter tersebut, para nelayan Dongji berlayar menggunakan kapal sederhana untuk menyelamatkan prajurit asing dan tak dikenal yang terdampar di laut. Meski mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda, mereka menggunakan isyarat tubuh untuk membantu memahami satu sama lain. Nelayan setempat berbagi makanan dan obat-obatan dengan para penyintas tersebut, tanpa menghiraukan kehidupan mereka sendiri yang serba kekurangan.
Dalam upacara pembukaan festival film tersebut, Duta Besar China untuk Inggris Zheng Zeguang menekankan bahwa kerja sama antara masyarakat China dan Inggris saat perang mencerminkan pengorbanan bersama yang dilakukan untuk melawan agresi fasis. Tindakan tanpa pamrih yang dilakukan oleh para nelayan merupakan bukti kuat dari persahabatan yang terjalin selama perang, ujarnya. Dalam upacara memorial di Zhejiang, 18 orang keturunan prajurit Inggris dari insiden Lisbon Maru bertemu dengan kerabat nelayan yang telah menyelamatkan pendahulu mereka. Wu Buwei, yang merupakan cucu Wu Qisheng, salah seorang penyelamat, mengatakan: "Sebagai keturunan mereka, kami sangat bangga dengan warisan mereka."
Sineas film dokumenter Inggris Julian Alcantara, yang memiliki paman bernama Joseph Viotto yang tewas dalam insiden Lisbon Maru, turut menghadiri acara itu. "Kami hanya mengetahui dia meninggal di kapal yang tenggelam, tetapi tak lebih dari itu," ujarnya. "Film dokumenter ini memberi kami kesempatan pertama untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan yang lain. Film ini mengisi celah besar dalam pemahaman kami."
Media Inggris menyuarakan pesan mengharukan dari film tersebut. The Times memuji film itu sebagai "film eksentrik dan sungguh mengesankan" yang "memberikan argumen kuat terkait nilai kisah yang membantah afiliasi politik dan budaya kita yang mentah." The Guardian menggambarkan film itu sebagai "film dokumenter China yang memikat" yang "menggali keterpurukan emosional di segala sisi."
Pada 15 Mei, Anggota Parlemen Inggris Kirsten Oswald menyinggung insiden Lisbon Maru di House of Commons, menyoroti upacara memorial yang akan diselenggarakan di Zhejiang, dan menyerukan pernyataan resmi dari pemerintah. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Inggris Lucy Powell menanggapi bahwa tragedi itu "layak untuk dikenang."
Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.