Jakarta (ANTARA) - Sejak awal kemunculan agama Buddha pada abad ke-6 hingga ke-4 sebelum Masehi, para biksu telah memainkan peran penting dalam kehidupan spiritual dan sosial masyarakat. Ajaran Buddha yang bersumber dari Siddharta Gautama, yang dikenal sebagai Sang Buddha, menekankan pembebasan dari penderitaan melalui meditasi, pengendalian diri, dan kehidupan sederhana yang dilandaskan pada belas kasih dan kebijaksanaan.

Biksu Buddha tidak hanya menjalankan praktik keagamaan di wihara, namun juga memiliki peran sosial yang signifikan di tengah masyarakat. Di negara seperti Sri Lanka, misalnya, kuil Buddha dan para biksu menjadi pusat kehidupan desa, baik secara spiritual maupun ekonomi. Meskipun peran ini sempat ditekan selama masa kolonial, kini banyak biksu kembali aktif dalam upaya pembangunan sosial dan spiritual, termasuk dalam gerakan seperti Sarvodaya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), biksu adalah petapa atau pendeta dalam agama Buddha. Seseorang yang ingin menjadi biksu melalui beberapa tahapan pembinaan, dimulai dari sebagai perumahtangga, kemudian menjadi anagarika (untuk laki-laki) atau anagarini (untuk perempuan), lalu ditahbiskan menjadi sramanera atau sramaneri, hingga akhirnya menjadi biksu atau biksuni secara penuh.

Baca juga: Para biksu ambil air berkah di Jumprit untuk Waisak di Borobudur

Berikut ini beberapa tugas utama seorang biksu dalam ajaran Buddha:

1. Meditasi
Meditasi merupakan salah satu praktik utama yang dijalankan oleh biksu. Melalui meditasi, biksu menenangkan pikiran, memperdalam kesadaran batin, dan berusaha memahami hakikat kehidupan serta realitas sejati. Latihan ini menjadi jalan menuju pencerahan dan nirwana.

2. Belajar dan mengajar
Para biksu mempelajari ajaran-ajaran Buddha melalui kitab suci dan teks-teks filsafat. Ilmu yang diperoleh kemudian diajarkan kepada umat awam melalui ceramah, diskusi, serta bimbingan spiritual baik secara individu maupun kelompok.

3. Melayani umat
Biksu berperan aktif dalam membantu masyarakat, baik dalam urusan spiritual maupun sosial. Mereka memberikan nasihat moral, mendoakan orang yang sedang sakit, hingga terlibat dalam kegiatan sosial seperti pendidikan dan pelayanan kemanusiaan.

4. Melaksanakan ritual keagamaan
Biksu memimpin berbagai ritual dan upacara keagamaan, seperti puja bakti, pembacaan paritta (mantra perlindungan), dan perayaan hari besar keagamaan Buddha. Kehadiran mereka menjadi bagian penting dalam menjaga kehidupan spiritual umat.

5. Menjaga kuil
Kuil atau wihara bukan hanya tempat tinggal bagi para biksu, melainkan juga pusat kegiatan keagamaan. Para biksu bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan, ketertiban, dan keberlangsungan aktivitas di kuil, termasuk tugas-tugas administratif.

6. Menjaga ketertiban dan kedamaian
Biksu Buddha diharapkan menjadi teladan dalam menjalani hidup yang penuh kedamaian, welas asih, dan tanpa kekerasan. Mereka menjadi simbol ketenangan batin dan keselarasan hidup di tengah masyarakat.

7. Mengamalkan Vinaya (Aturan Disiplin)
Setiap biksu wajib menjalani kehidupan sesuai Vinaya, yaitu seperangkat aturan disiplin yang mengatur perilaku sehari-hari. Seorang biksu dituntut untuk hidup sederhana, menjauhi keserakahan, dan menghindari perilaku yang dapat mencemari nilai-nilai spiritual.

Perjalanan spiritual menjadi seorang biksu tidak hanya sebatas pada pelaksanaan ibadah semata, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial yang luas. Dengan menjalankan tugas-tugas tersebut, biksu Buddha turut menjaga ajaran Sang Buddha tetap hidup dan relevan dalam kehidupan modern.

Baca juga: Tiga puluhan Biksu Thudong sampai di Candi Borobudur

Baca juga: Puluhan biksu melakukan pengambilan air berkah Waisak di Umbul Jumprit

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.