Surabaya (ANTARA News) - Marti, anak angkat yang juga sekretaris Slamet Abdul Sjukur (80), mengungkapkan bahwa pioner musik kontemporer Indonesia itu sebenarnya ingin dimakamkan di Boyolali, namun keluarga akhirnya menguburkannya di Surabaya, Jawa Timur.

"Sejak masuk rumah sakit, setiap menyuapi makanan, beliau selalu bilang ingin dimakamkan di Boyolali (Jawa Tengah), saya tidak tahu alasannya," kata anak angkat asal Boyolali itu di rumah duka di Jalan Pirngadi 3, Surabaya, Selasa.

Dengan terisak menangis, ia meminta maaf kepada ayah angkatnya itu, karena tidak bisa memenuhi keinginannya yang disampaikan selama dalam perawatan di Graha Amerta RSUD dr Soetomo Surabaya pada Senin (9/3) lalu.

"Saya minta maaf, karena saya nggak bisa memenuhi wasiat Bapak," katanya tentang keinginan almarhum yang menghembuskan napas terakhir di rumah sakit itu pada Selasa (24/3) sekitar pukul 06.00 WIB.

Ditanya tentang penyakit yang diderita almarhum, Marti mengaku kesehatan pemusik kelahiran Surabaya 30 Juni 1935 itu jarang ada masalah. "Beliau juga tidak mau disuntik, kalau sakit selalu minta saya beli obat," katanya.

Selain itu, almarhum dalam beberapa bulan terakhir juga sering berada di Surabaya. "Kalau saya tanya, dia bilang kepada saya bahwa beliau ke Surabaya untuk membuat buku, kalau di Jakarta tidak mungkin," katanya.

Mengenai sosok Slamet Abdul Sjukur, Marti yang sudah mengabdi sejak 1993 hingga dijadikan anak angkat itu mengaku tidak bisa menggambarkan kebaikan almarhum. "Luar biasa, itulah kebaikan beliau," katanya.

Jatuh terduduk

Secara terpisah, keponakan almarhum, Hermadi FK, mengaku pakdenya itu memang tidak mempunyai penyakit dan sakit yang diderita menjelang meninggal dunia itu akibat terjatuh di rumahnya di Jalan Urip Sumoharjo, Surabaya.

"Kayaknya pakde saat itu keluar dari kamar mandi, lalu jatuh dalam posisi terduduk, sehingga tulang kakinya ada yang patah pada Senin (9/3) lalu sekitar pukul 08.00 WIB," katanya.

Anak dari dokter spesialis anak Prof Dr H Moch Faried Kaspan SpA yang rumahnya menjadi rumah duka itu menyatakan dirinya sempat meminta almarhum untuk dibawa ke rumah sakit tapi menolak.

"Akhirnya, sekitar pukul 16.30 WIB, pakde baru mau dibawa ke Graha Amerta, karena mungkin sudah tidak kuat menahan sakit, tapi pakde tetap tidak mau dioperasi, karena alasan usia yang sudah tua, pakde hanya mau pakai kursi roda," katanya.

Slamet Abdul Sjukur meninggal dunia pada Selasa (24/3) pukul 06.00 WIB. "Pakde itu orangnya supel, baik sekali, suka humor, dan sangat sosial. Yang khas adalah pakde sangat kompeten di dunia musik," katanya.

Mengenai pemakaman di Surabaya, ia mengatakan hal itu merupakan keputusan keluarga sesuai musyawarah yang mendengarkan suara putri almarhum yang sedang perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, sedangkan putra almarhum yang kebetulan berada di Prancis hanya dikabari.

"Kami ikut apa kata putrinya, karena dia merupakan ahli waris, sehingga pakde diputuskan untuk dimakamkan di Makam Tembok, Surabaya. Selain itu, kami sebagai keluarga Muslim bahwa pemakaman orang Islam itu harus dilaksanakan sesegera mungkin," katanya.

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015