Indonesia, yang menempati posisi strategis dalam rantai pasok kakao global, justru harus mengimpor separuh kebutuhan bahan bakunya sendiri.

Jakarta (ANTARA) - Indonesia pernah berada di puncak kejayaannya sebagai produsen kakao utama dunia. Pada 2010, produksi biji kakao nasional mencapai 844 ribu ton, menempatkan Indonesia di posisi ketiga sebagai negara penghasil kakao terbesar secara global.

Namun, dalam satu dekade terakhir, angka tersebut terus menurun hingga hanya menyisakan 667 ribu ton pada 2022.

Penurunan produksi ini bukan semata-mata fluktuasi musiman, tetapi gejala struktural yang merefleksikan lemahnya fondasi di sektor hulu dan kurang dirasakannya manfaat ekonomi oleh petani. Penyusutan luas areal kebun, rendahnya produktivitas, serta serangan hama penyakit yang merusak hasil panen menjadi faktor utama anjloknya produksi.

Sumber daya manusia di sektor kakao sebagian besar adalah petani kecil dengan akses terbatas terhadap modal, teknologi, dan pembinaan. Banyak kebun yang sudah berusia lebih dari 30 tahun, tidak lagi produktif, tetapi tidak diremajakan karena petani tidak memiliki cukup dana atau dukungan teknis.

Hama seperti penggerek buah kakao (PBK), penyakit vascular streak dieback (VSD), serta serangan kutu dan jamur turut memperparah kondisi agronomis kebun-kebun rakyat. Masalah ini semakin diperburuk dengan terjadinya konversi lahan kakao menjadi tanaman komersil lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi jangka pendek.

Alih-alih mengalami modernisasi, sektor perkebunan kakao terjebak dalam stagnasi. Di tengah kondisi ini, pemerintah sejak 2014 mencoba membalikkan arah kebijakan dengan mendorong hilirisasi industri. Larangan ekspor biji mentah dan berbagai insentif fiskal diberikan untuk memperkuat industri pengolahan di dalam negeri.

Tujuannya jelas yaitu memperkuat rantai nilai industri kakao nasional dan meningkatkan nilai tambah domestik, membuka lapangan kerja, serta mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah berharga murah. Namun, kebijakan hilirisasi ini dihadapkan pada tantangan baru yaitu pasokan bahan baku domestik yang kian menyusut.

Baca juga: Naiknya harga biji kakao karena penurunan produksi di negara produsen

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.