Jakarta (ANTARA News) - Kelanjutan proses pengajuan Permohonan Kembali (PK) yang telah diajukan oleh terpidana kasus suap di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hamdani Amien, yang meninggal dunia pada Rabu (13/12) diserahkan kepada pihak keluarganya. Kuasa hukum Hamdani, Abidin, di Jakarta, Kamis, mengatakan, sesuai hukum acara pidana, yang berhak untuk mengajukan PK adalah terpidana atau pihak keluarga terpidana. "Permohonan PK itu masih mungkin untuk dilanjutkan. Tetapi, karena masih dalam suasana berduka, sampai saat ini belum ada pembicaraan dengan pihak keluarga, apakah akan melanjutkan PK atau tidak," kata Abidin. Hamdani Amien meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, pada Rabu, 13 Desember 2006, sekira pukul 10.30 WIB. Hamdani mengajukan PK melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukumannya menjadi enam tahun penjara, dari sebelumnya lima tahun penjara di tingkat banding. Menurut rencana, sidang ketiga permohonan PK Hamdani akan digelar pada Jumat, 15 Desember 2006. Abidin mengatakan, agenda sidang itu adalah penandatanganan berita acara persidangan untuk selanjutnya diserahkan kepada MA. Pada sidang itu, lanjut Abidin, ia juga akan menyampaikan berita meninggalnya Hamdani kepada majelis hakim PN Jakarta Pusat. Menurut staf bagian registrasi LP Cipinang, Catur Budi Fatayatin, penyebab meninggalnya Hamdani kemungkinan lantaran serangan jantung. Kepala Biro Keuangan KPU itu tiba-tiba jatuh di depan masjid LP Cipinang saat berjalan keluar dari blok tahanan menuju kantor LP. Namun, Abidin mengatakan, selama ia menangani perkara Hamdani, kliennya itu tidak pernah mengeluh memiliki penyakit jantung atau pun tekanan darah tinggi. "Kemarin, saya juga sempat bertanya kepada istri Hamdani. Menurut dia, Hamdani tidak pernah memiliki riwayat penyakit jantung atau tekanan darah tinggi," katanya. Meski demikian, Abidin mengatakan, keluarga Hamdani sudah merelakan meninggalnya Hamdani tanpa mempersoalkan penyebab kematiannya. Keluarga Hamdani pun menolak jenazahnya untuk diotopsi. MA pada 16 Agustus 2006 memperberat hukuman Hamdani menjadi enam tahun penjara dari sebelumnya lima tahun penjara di tingkat banding. MA menyamaratakan hukuman untuk Hamdani dan Ketua KPU, Nazaruddin Sjamsuddin. Selain hukuman enam tahun penjara, keduanya dikenai hukuman denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara serta kewajiban membayar kerugian negara senilai Rp1,068 miliar. Secara hukum perdata, kerugian negara yang harus dibayarkan oleh Hamdani itu menjadi kewajiban bagi keluarga Hamdani untuk membayarnya. Hamdani dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, setelah jenazahnya sempat dibawa ke rumah duka di Bogor, Jawa Barat. Abidin mengatakan, keputusan apakah permohonan PK Hamdani dilanjutkan menunggu kepulangan keluarga Hamdani dari Banjarmasin, pada Minggu (17/12). (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006