Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini menegaskan bahwa aparatur sipil negara harus mengambil peran aktif dalam mencegah terjadinya konflik kepentingan atau conflict of interest (CoI) di lingkungan pemerintahan.
"Peran ASN sebagai agen perubahan harus menjadi contoh kepatuhan etika, mendorong edukasi CoI di unit kerja, dan berani melapor jika melihat potensi benturan kepentingan. Kepemimpinan etis dimulai dari kesadaran individu dalam menjaga integritas jabatan," kata Rini saat membuka Workshop Nasional Pencegahan Konflik Kepentingan di Sektor Publik di Jakarta, Selasa.
Rini menekankan bahwa kepemimpinan etis harus dimulai dari kesadaran individu dalam menjaga integritas jabatan.
Menurutnya, tanpa keterlibatan aktif seluruh ASN, kebijakan pencegahan hanya akan menjadi dokumen administratif belaka.
Baca juga: KemenPANRB sebut permen konflik kepentingan sesuai arahan Presiden
Rini menjelaskan bahwa Kementerian PANRB telah menerbitkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 sebagai langkah strategis untuk mencegah konflik kepentingan dalam birokrasi.
Dia mengatakan konflik kepentingan merupakan pintu masuk paling umum menuju tindak pidana korupsi. Masalah ini tidak hanya merusak keputusan publik, tetapi juga melemahkan netralitas birokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
"Pencegahan konflik kepentingan bukan semata soal aturan, tetapi pembentukan karakter birokrasi yang berani berlaku adil bahkan saat tidak ada yang mengawasi," ujarnya.
Rini menambahkan banyak titik rawan yang harus diawasi, seperti dalam proses pengadaan barang dan jasa, perizinan, hingga promosi jabatan.
Baca juga: Kementerian PANRB sosialisasikan permen soal konflik kepentingan
Kajian dari sejumlah lembaga internasional, seperti Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), UNODC, Transparency International, dan European Commission menunjukkan bahwa ketika tidak ditangani secara sistemik, konflik kepentingan dapat merusak proses kebijakan dan pelayanan publik meskipun tidak selalu melanggar hukum.
Berdasarkan survei dari Transparency International, lebih dari 60 persen kasus korupsi bermula dari konflik kepentingan. Hanya delapan negara OECD yang memiliki sistem verifikasi CoI yang aktif.
Namun, hanya sedikit negara, termasuk Indonesia, yang telah memiliki sistem verifikasi dan pelaporan yang memadai.
Baca juga: Menteri PANRB terbitkan permen tentang konflik kepentingan
Untuk itu, Rini mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah digital didorong tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan efisiensi layanan, tetapi juga untuk memperkuat integritas pembangunan.
"Melalui sistem yang transparan dan terintegrasi, mulai dari pengelolaan data, pengadaan, perizinan, hingga pelayanan publik, kita membangun tata kelola yang meminimalkan ruang intervensi pribadi dan mengurangi potensi konflik kepentingan lintas program nasional," jelas Rini.
Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam kesempatan itu kemudian menjelaskan mengenai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dijalankan untuk menekan potensi CoI.
"Trisula pemberantasan korupsi KPK terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan," ujar Setyo.
Ia menjelaskan Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan CoI.
Setyo mendorong seluruh ASN mempelajari dan memedomani aturan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
Baca juga: KPK: Konflik kepentingan embrio tindak pidana korupsi
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.