Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan pemberlakuan enam paket stimulus ekonomi yang mulai efektif pada tanggal 5 Juni 2025, guna mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan global dan pelemahan konsumsi domestik.
Enam paket tersebut menyasar sektor-sektor kunci yang bersentuhan langsung dengan daya beli masyarakat, seperti transportasi, tenaga kerja, dan bantuan sosial.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga bulan pertama tahun 2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia menyentuh 4,87 persen, sedikit melambat dibanding kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 5,02 persen.
Apabila disandingkan dengan data dari tahun ke tahun, pertumbuhan ekonomi periode Januari-Maret 2025 lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,11 persen.
Beberapa penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 ini di antaranya pertama, konsumsi rumah tangga yang meningkat hanya 4,89 persen lebih rendah daripada tahun lalu. Kedua, deflasi, penurunan tabungan masyarakat dan daya beli. Ketiga, penurunan kenaikan investasi yang hanya tumbuh 2,1 persen. Keempat, pelemahan belanja pemerintah dan pemangkasan anggaran
Menyikapi kondisi tersebut dalam rapat koordinasi terbatas pada akhir Mei 2025, Pemerintah akhirnya menetapkan serangkaian stimulus ekonomi guna mendorong aktivitas konsumsi, pariwisata, dan mobilitas masyarakat, khususnya selama periode libur sekolah Juni - Juli 2025, yang dianggap sebagai momentum krusial untuk pemulihan permintaan domestik sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Enam paket stimulus ekonomi tersebut adalah langkah tepat dan terukur untuk menghadapi pelemahan konsumsi masyarakat pada kuartal II. Fokus pada perputaran uang di masyarakat, terutama melalui insentif transportasi dan bantuan sosial, memberi sinyal bahwa pemerintah serius menjaga pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas 5 persen.
Rincian paket stimulus ekonomi yang diluncurkan oleh Pemerintah meliputi: pertama, menetapkan diskon moda transportasi yang menyasar peningkatan mobilitas masyarakat melalui diskon tiket kereta api sebesar 30 persen untuk 2,8 juta penumpang kelas ekonomi, menanggung tarif PPN 11 persen tiket pesawat udara untuk 6 juta penumpang, dan diskon tarif angkutan laut hingga 50 persen untuk 0,5 juta penumpang.
Total anggaran yang dikucurkan untuk program ini mencapai Rp0,94 triliun dan bertujuan untuk mendorong sektor pariwisata domestik, membantu usaha UMKM di daerah wisata, serta perputaran ekonomi selama libur sekolah.
Kedua, memberikan diskon Tarif Tol melalui sinergi bersama dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), dengan memberikan diskon 20 persen tarif tol di berbagai ruas selama 14 hari menjelang dan setelah libur sekolah. Pengenaan diskon tarif tol ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebanyak 110 juta kendaraan yang akan menikmati insentif ini.
Ketiga, melakukan perluasan Bantuan Sosial dan Pangan dengan mengalokasikan distribusi bantuan pangan beras sebanyak 10 kg untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama dua bulan. Program ini dilengkapi dengan penyaluran kembali Kartu Sembako, sebagai langkah untuk menjaga daya beli kelompok rentan.
Keempat, memberikan bantuan Subsidi Upah (BSU), yang diberikan kepada 17,3 juta pekerja dan 565 ribu guru honorer dengan gaji di bawah Rp3,5 juta/bulan. Nominal BSU mencapai Rp300.000/bulan, selama dua bulan (Juni–Juli). Bantuan program secara khusus ini menyasar sektor informal dan padat karya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif, serta meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya.
Kelima, adanya diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 50 persen selama 6 bulan bagi Pekerja Sektor Padat Karya, yakni selama periode Agustus 2025 sampai dengan Januari 2026. Adapun penerapan Program ini akan dilaksanakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Keenam, untuk rencana diskon listrik tidak dilanjutkan karena pertimbangan fiskal dan realokasi ke program yang lebih berdampak langsung terhadap konsumsi dan perputaran ekonomi. Sebagai gantinya, pemerintah menambah alokasi Bantuan Subsidi Upah (BSU). Mulanya, bantuan itu akan diberikan sebesar Rp150 ribu per bulan, akan ditingkatkan menjadi Rp300 ribu per bulan
Enam paket stimulus ini dibiayai dari APBN 2025, dengan estimasi alokasi awal sebesar Rp24,44 triliun. Sumber pembiayaannya berasal dari revisi postur belanja non-prioritas, efisiensi anggaran kementerian/lembaga, serta penggunaan saldo anggaran lebih (SAL).
Pemerintah juga memastikan defisit anggaran tetap dijaga di bawah 2,8 persen terhadap PDB, sebagai kehati-hatian fiskal dengan tetap menjaga peran APBN sebagai penyangga ekonomi.
Adapun dari sisi distribusi, sebagian besar paket stimulus tidak memerlukan mekanisme transfer baru, karena menggunakan skema dan basis data eksisting seperti DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), program Prakerja, dan jaringan distribusi Bulog.
Meskipun tidak disebut secara eksplisit, UMKM akan menjadi penerima manfaat tidak langsung dari paket stimulus ini, dengan meningkatnya mobilitas, konsumsi pangan, dan belanja masyarakat selama libur sekolah. Diharapkan sektor informal seperti pedagang kecil, pengusaha makanan, dan pelaku wisata lokal mendapatkan kenaikan permintaan dan laba usaha.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa tidak ada insentif langsung seperti subsidi KUR, potongan pajak, atau fasilitasi digitalisasi UMKM dalam paket kali ini. Ini menjadi catatan penting, mengingat UMKM sejatinya menyumbang lebih dari 61 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja nasional di Indonesia.
Efektivitas jangka panjang
Apabila dilihat melalui perspektif kebijakan publik, stimulus yang bersifat konsumtif memang dapat mendorong lonjakan PDB secara kuartalan. Namun efektivitas jangka panjang harus tetap menjadi prioritas untuk akselerasinya.
Beberapa indikator yang perlu mendapatkan fokus perhatian Pemerintah meliputi: kemampuan kapasitas serap masyarakat terutama pada masyarakat kelas bawah yang berhadapan dengan utang konsumsi dan inflasi pangan tinggi, ketepatan sasaran BSU dan bantuan sosial masih terbentur pada kualitas data DTKS dan BPJS Ketenagakerjaan, serta efek pengganda (multiplier effect) terhadap sektor riil khususnya industri dan manufaktur yang masih sangat terbatas karena tidak ada insentif produksi atau penguatan modal kerja.
Selanjutnya stimulus tahap ini perlu dilihat sebagai “pemantik” pemulihan, bukan solusi final.
Pemerintah perlu segera menyusun lanjutan strategi stimulus tahap II dengan karakteristik sebagai berikut: berbasis produksi dalam hal insentif fiskal dan kemudahan pembiayaan untuk pelaku usaha kecil, industri padat karya, dan sektor pangan, berbasis transformasi digital untuk mempercepat pengenalan UMKM ke ekosistem digital dan sistem pembayaran modern.
Stimulus tahap II juga harus berbasis ketahanan sosial untuk memperkuat program jaminan sosial produktif bagi pekerja informal yang rentan kehilangan pendapatan akibat krisis. Karakteristik berikutnya adalah tindakan kolaboratif antara pusat dan daerah terkait fleksibilitas serta insentif dalam menyusun program padat karya lokal yang berbasis kearifan lokal dan daya serap anggaran desa.
Enam paket stimulus ekonomi tersebut merupakan langkah preventif untuk menghadapi pelemahan konsumsi masyarakat pada kuartal II dan fokus pada perputaran uang di masyarakat, terutama melalui insentif transportasi dan bantuan sosial.
Hal ini memberi sinyal bahwa pemerintah serius menjaga pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas 5 persen, dan efektivitas stimulus ini secara umum bergantung pada dua hal utama yaitu ketepatan implementasi dan keberlanjutan desain kebijakan. Sehingga langkah lanjutan berbasis pembaruan struktural harus segera disiapkan agar pemulihan ekonomi tak berhenti pada lonjakan sesaat, melainkan menjadi jalan panjang menuju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.