Jakarta (ANTARA) - UNICEF menyebut Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) berdampak positif dalam meningkatkan konten ramah anak di dunia digital.

"PP Tunas menjadi sebuah kemajuan yang baik bagi keamanan anak di dunia digital dari sebelumnya. Terdapat penguatan instrumen hukum sehingga Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dapat lebih bertanggung jawab dalam moderasi konten yang lebih ramah anak," kata Mitra Muda UNICEF Tazkia Aulia Al-Djufri dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, melalui PP Tunas negara juga memiliki instrumen yang kuat untuk meningkatkan peran penting dalam menciptakan ruang digital yang lebih inklusif bagi anak.

Ia berharap, PP Tunas nantinya diharapkan dapat mengatur tentang mekanisme pelaporan yang ramah anak menjadi lebih mudah dan transparan, serta dapat lebih sinkron dengan regulasi lainnya.

"Isu yurisdiksi terhadap PSE yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia, semoga juga bisa jauh lebih clear (jelas) dan teratasi dengan hadirnya PP Tunas," ucap Tazkia.

Ia juga mengemukakan, sebelum adanya PP Tunas, PSE mengalami kesulitan saat melaporkan konten-konten yang mengandung kekerasan dan menyalahi hak-hak anak.

Baca juga: Menteri PPPA ajak konten kreator ramaikan konten ramah anak
Baca juga: RI-Prancis kembangkan ekonomi digital hingga buat ruang digital aman

"Ketika kita sebagai pengguna mau melaporkan atau take down (menghapus) konten, kita tidak tahu apakah konten langsung di-take down, kapan jangka waktunya atau apakah membutuhkan laporan dalam jumlah tertentu. Misal kontennya viral, yang melaporkan banyak, apakah bisa langsung take down, lalu yang tidak viral bagaimana? Untuk itu, semoga di PP Tunas ini ada aturannya," tuturnya.

Ia juga memaparkan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 35,57 persen anak usia dini di Indonesia telah mengakses internet. Selama ini, anak-anak di dunia internet masuk dalam dunia abu-abu, dengan batas-batas yang baik dan buruk belum jelas, sehingga regulasi sangat penting untuk melindungi mereka, salah satunya melalui PP Tunas.

Tazkia juga memaparkan selama ini terdapat tiga tantangan utama yang menjadi persoalan dalam memperjuangkan hak anak di ruang digital, yang pertama, adanya kesenjangan digital.

"Para pengguna di ruang digital, khususnya anak tidak memiliki literasi media yang baik sehingga menimbulkan kesenjangan," ucapnya.

Tantangan kedua, yakni kesadaran orang tua atau wali yang belum cukup untuk menjamin ruang digital yang aman dan inklusif bagi anak, padahal, orang tua-lah yang paling dekat dengan anak dari keluarga.

"Tidak hanya di Indonesia, di Asia Tenggara juga mengalami kejadian serupa, enggak semua orang tua atau wali anak sadar bahwa konten-konten yang dikonsumsi anak berbahaya," tuturnya.

Baca juga: Menteri: Ruang bermain ramah anak penting dukung tumbuh kembang anak
Baca juga: Kemkomdigi kawal penerapan fitur ramah anak oleh PSE

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.