Jakarta (ANTARA) - Tersangka kasus dugaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Muhamad Haniv menghindari pertanyaan para jurnalis dengan meletakkan telepon seluler di telinganya seolah menelepon seseorang.
Berdasarkan laporan pewarta di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, Haniv seperti menelepon seseorang sehingga bungkam saat ditanya para jurnalis mengenai materi pemeriksaan selama sekitar lima jam yang dijalaninya.
Sebelumnya, Haniv tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 9.40 WIB. Dia kemudian pergi meninggalkan gedung tersebut pada pukul 14.52 WIB, dan langsung menerobos hujan lebat.
KPK pada 25 Februari 2025 menetapkan Haniv sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar.
Baca juga: KPK periksa tersangka Muhamad Haniv soal gratifikasi di DJP Kemenkeu
Baca juga: KPK periksa eks pejabat pajak Muhamad Haniv
KPK mengatakan bahwa penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada periode 2015-2018, yakni saat Haniv menjabat sebagai Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Haniv diduga memanfaatkan jabatan dan jejaringnya untuk mencari sponsor dalam rangka keperluan bisnis anaknya dengan cara mengirimkan surat elektronik permintaan bantuan modal kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak.
Dia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta untuk keperluan menunjang kelangsungan bisnis peragaan busana anaknya.
Penyidik KPK kemudian terus mengembangkan penyidikan terhadap Haniv, dan menemukan bahwa semasa menjabat, dia juga menerima sejumlah uang senilai belasan miliar rupiah yang asal-usulnya tidak bisa dijelaskan oleh yang bersangkutan.
Rincian gratifikasi yang diterimanya adalah Rp804 juta untuk bisnis peragaan busana anaknya, penerimaan dalam bentuk valas sekitar Rp6,66 miliar, deposito BPR sebesar Rp14,08 miliar. Dengan demikian, Haniv disebut menerima sekitar Rp21,5 miliar.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.