Vatican City dan Garissa, Kenya (ANTARA News) - Paus Fransiskus pada Jumat mengutuk pembunuhan 147 mahasiswa di Kenya sebagai aksi kejam tak berperasaan dan mengatakan ia akan mendoakan para pelaku supaya berubah.

Perasaan Paus disampaikan dalam satu telegram yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri Pietro Parolin kepada Kardinal John Njue, Presiden Konferensi Pastur Katolik di Kenya, pada Jumat Baik, hari tersuci dalam kalender Kristen.

"Dengan perasaan sedih yang mendalam atas kehilangan jiwa akibat serangan tragis terhadap Universitas Garissa, Bapak Suci mengirim doa-doa kepada seluruh orang Kenya pada waktu yang menyakitkan ini," demikian bunyi telegram itu.

"Bersatu dengan semua orang baik di seluruh dunia, Bapak Suci mengutuk aksi brutal tak berperasaan ini dan mendoakan hati para pelakunya berubah."

Pengepungan Universitas Garissa sepanjang hari hanya sebelum Paskah merupakan pekerjaan kelompok Al Shabab dari Somalia dan serangan paling mematikan di Kenya sejak pemboman kedutaan Amerika Serikat pada 1998 di Nairobi dan aksi paling beradarah yang pernah dilakukan para militan yang berafiliasi ke Al Qaida. Namun, Pemerintah Kenya bertekad tidakan akan "didintimidasi".

Seorang juru bicara kelompok itu mengatakan serangan atas kampus tersebut yang dekat dengan perbatasan dengan Somalia dilakukan sebagai aksi balas dendam bagi kehadiran tentara Kenya di Somalia.

Para sanak keluarga yang berduka pada Jumat mencari berita atau jasad orang-orang yang mereka cintai setelah serangan terhadap universitas itu.


Teringat kembali

Mereka yang selamat dalam serangan teringat kembali bagaimana sejumlah pria bersenjata mengejek para mahasiswa sebelum membunuh mereka, termasuk memaksa mereka menelpon para orangtuanya agar mendesak pasukan Kenya meninggalkan Kenya -- sebelum kemudian pria-pria itu menembak mereka.

Sementara pria-pria bersenjata itu masuk ke ruang-ruang kuliah memburu lebih banyak lagi orang untuk dibunuh, sejumlah mahasiswa melumuri darah dari rekan-rekannya yang sudah meninggal di tubuh-tubuh berpura-pura mereka juga telah ditembaki.

"Banyak jasad bertebaran di mana-mana, kami melihat orang-orang yang kepalanya ditembak, luka-luka bekas terkena peluru di mana-mana, suasananya kacau," kata Reuben Nyaora, seorang pekerja bantuan yang membantu mereka yang cedera.

Pengepungan itu berakhir dengan empat pria bersenjata terbunuh dalam baku tembak, dan seorang tersangka dilaporkan ditangkap. Sedikitnya 79 orang juga luka-luka dalam serangan atas kampus itu.

Pada Jumat, kerumunan mereka yang selamat dan kaget dan para sanak keluarga mereka yang terbunuh atau hilang berkumpul di pintu gerbang universitas itu.

"Saya begitu cemas, saya punya anak yang termasuk di antara para mahasiswa yang terperangkap di dalam kampus, dan sejak kemarin saya belum mendengar kabar apapun," kata Habel Mutinda, pria lanjut usia, yang airmatanya mengalir membasahi wajahnya.

"Saya berusaha mengidentifikasi mayatnya di antara mereka yang terbunuh ... Saya harus lakukan itu sebelum jasad itu memburuk kepanasan, saya berkemah semalam, ini sungguh sulit dan menyakitkan."

Para pekerja darurat mengumpulkan mayat-mayat sementara tentara Kenya beropatroli di sekitar kampus itu.

Menteri Dalam Negeri Kenya Joseph Nkaissery, yang berkunjung ke tempat kejadian, bertekad negaranya tidak akan tunduk pada ancaman teroris.

"Pemerintah Kenya tidak akan diintimidasi oleh teroris yang telah membunuh orang-orang tak bersalah suatu cara merusak pemerintah," kata dia kepada wartawan, dengan menjanjikan pemerintah akan "membalas," demikian AFP.

(Uu.M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015