Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa staf khusus Menteri Ketenagakerjaan era Menaker Hanif Dhakiri batal diperiksa penyidik lembaga antirasuah karena sakit.

"Saksi Luqman Hakim berhalangan hadir karena sakit," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, anggota DPR RI periode 2019–2024 itu diagendakan diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).

KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Baca juga: KPK: Staf Ahli Menaker terima Rp18 miliar dalam kasus pemerasan TKA

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019 hingga 2024 telah mengumpulkan uang sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK menduga bahwa kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA tersebut terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

Baca juga: KPK: 85 pegawai Kemenaker nikmati uang pemerasan senilai Rp8,94 miliar

Baca juga: Ternyata, praktik pemerasan TKA telah ada sejak era Menaker Cak Imin

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.