Jakarta (ANTARA) - Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan Kehati Renata Puji Sumedi mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjadi momen penting untuk memperkuat kedaulatan pangan lokal.
"Ini merupakan momentum untuk memperkuat dimensi keadilan iklim, kedaulatan pangan lokal, dan partisipasi generasi muda dalam kerangka regulasi nasional," kata Renata dalam Diskusi Publik Koalisi Pangan Baik bertajuk "Arah Baru UU Pangan, Memperkuat Lokal dan Sistem Pangan Berdaulat" di Jakarta, Rabu.
Renata menilai kedaulatan pangan dapat dicapai bila pemerintah mampu melibatkan dan mendengarkan masyarakat secara aktif, sehingga regulasi yang tercipta nantinya bisa tepat guna.
"Perlu pendekatan partisipatif, lintas sektor dan berbasis bukti (evidence-based), dan ecoregional agar mampu menjawab tantangan zaman secara komprehensif," ujar dia.
Baca juga: Kemenko Pangan soroti sinergi dan tolok ukur dalam RUU Pangan
Lebih lanjut, Renata juga menilai integrasi perubahan iklim ke sistem pangan dan lembaga pangan berbasis komunitas juga perlu dipersiapkan dan dibangun agar tangguh menghadapi berbagai tantangan pangan ke depan.
"Perlu adanya afirmasi untuk petani kecil, nelayan, dan masyarakat lokal. Keberpihakan kepada petani kecil terkait penguasaan lahan, air dan sumber daya lainnya juga penting," kata Renata.
Selain hal-hal teknis, Renata juga mengingatkan pentingnya melibatkan masyarakat adat dalam penguatan pangan nasional, mengingat diversifikasi pangan lokal yang sangat melimpah di Indonesia.
"Masyarakat adat adalah pemilik pengetahuan lokal, seperti pengelolaan benih lokal, pemanfaatan lahan, jenis biodiversitas, dan adanya pemahaman akan saling ketergantungan antar unsur dalam ekosistem," ujar dia.
Baca juga: Hilirisasi pertanian jadi isu penting revisi UU Pangan
Sementara itu, Manajer Advokasi Kebijakan Yayasan Kehati Muhammad Burhanudin berharap dalam revisi UU Pangan nantinya, negara dapat mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat adat atas sistem pangan yang berbasis pada pengetahuan tradisional, sumber daya lokal, dan budaya pangan.
Masyarakat adat pun, lanjut dia, berhak untuk mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya pangan lokal secara berkelanjutan sesuai dengan adat istiadatnya serta mendapatkan pengakuan perlindungan hukum atas wilayah adat, termasuk kawasan pangan dan ekosistem pendukungnya.
Lebih lanjut, memperoleh akses atas bantuan teknis, pendanaan, dan program penguatan kapasitas dalam pengelolaan pangan adat; dan terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pangan di tingkat lokal dan nasional.
"Untuk itu, pemerintah wajib menyusun kebijakan afirmatif untuk penguatan sistem pangan berbasis masyarakat adat, termasuk perlindungan atas pangan, benih, dan pengetahuan tradisionalnya," kata Burhan.
"Pengakuan hak atas pangan masyarakat adat sebagaimana dimaksud harus selaras dengan prinsip keberlanjutan, kedaulatan pangan, keadilan sosial, dan perlindungan ekologi," imbuhnya.
Baca juga: Komisi IV cari masukan untuk revisi RUU Pangan ke pemerintah China
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025